Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

#Chocs4cops yang Viral di Malaysia, di Indonesia?

24 Mei 2018   00:54 Diperbarui: 24 Mei 2018   02:12 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seperti dilansir Reuters, Rabu (23/5/2018), Najib Razak  mengeluhkan  para polisi yang melakukan penggeledahan untuk mencari  bukti dugaan  korupsi telah mengambil makanan dan cokelat dari dalam  kulkas di rumah  mantan PM Malaysia ini yang baru saja dilengserkan oleh  Mahathir Mohamad. Keluhan Najib itu memicu kemarahan publik via online.

Lalu   muncullah kampanye bernama #chocs4cops yang menyerukan warga Malaysia   memberi cokelat secara gratis kepada setiap personel kepolisian di  dekat  tempat tinggal masing-masing. Adalah seorang pengacara Malaysia  bernama  Siti Kasim yang mencetuskan kampanye itu via Facebook.

Dalam  penggeledahan di apartemen Najib, kepolisian Malaysia menemukan uang  tunai yang tak tanggung tanggung jumlahnya yakni  setara Rp 425 Milyar!  Sebuah nilai yang sangat fantastis disimpan didalam apartemen pribadi  agaknya sama seperti yang dilakukan oleh Antonius Tonny Budiono,Dirjen  Hubla Kemenhub  oleh penyidik KPK beberapa waktu silam. Siapa sangka, di  mes yang  terkesan tak terawat itu, Tonny menimbun uang suap Rp 18,9  miliar.

Dibanding dengan uang tunai yang diperoleh dari OTT Bupati Buton Selatan, Agus Feisal Hidayat yang dikabarkan sebesar Rp 400 juta yang baru saja dilaksanakan oleh KPK, jumlah itu tak seberapa dibanding yang didapat di apartemen Najib atau di mes Hubla namun cukup bukti untuk membawanya ke balik jeruji besi.

Kalau di Malaysia, rakyatnya sangat geram dengan ulah mantan PM nya sehingga muncul tagar Chocs4cops, berbeda dengan OTT KPK yang terlalu sering dilakukan bukan lagi menjadi hal yang luar biasa lagi, apalagi OTT itu seperti tidak membuat efek jera, atau memang semua kepala daerah melakukan hal yang sama?

Ibarat penyakit dalam tapi  diobati dengan obat merah, tidak mungkin sembuh. Mungkin perlu didalami mengapa terjadi suap menyuap yang dilakukan oleh pemegang keputusan dan yang membutuhkan keputusan sehingga tak terjadi kesalahan dalam memberikan obat korupsi.

Ancaman hukuman badan yang lama faktanya tidak dengan sendirinya membuat korupsi berkurang justru sebaliknya terkesan makin meningkat kawntitas maupun kwalitasnya. Caranyapun makin canggih, mufakat dan sepakat secara transakional yang hanya bisa terbongkar dengan OTT.

Yang menjadi pertanyaan, apakah karena mental para pemegang keputusan atau karena system dalam pengelolaan keuangan negara memungkinkan untuk dikorupsi?

Kalau dicermati, maju dalam perebutan kedudukukan politik mestinya berbeda dengan maju untuk mengabdi. Rasanya janggal seseorang maju untuk mengabdi kepada rakyat bertujuan mensejahkan rakyat harus mengeluarkan biaya begitu besar. Sesungguhnya disitulah letak permasalahnya, bukan rahasia lagi, kalah dalam persaingan adalah kerugian, menang berarti akan memperoleh keuntungan dari biaya politik yang dikeluarkan. Dan keuntungan itu akan diperoleh bukan dari gaji yang sudah ditetapkan, melainkan dari kelebihan anggaran. Mungkin hanya bernasib "apes" terkena OTT KPK sebab system anggaran pemerintahan sudah sama2 diketahui.

Tagar Chocs4cops di Malaysia menjadi menarik karena menyangkut kekuasaan yang gigih menututpi korupsi penguasa, di Indonesia sebatas menghimbau agar diproses setelah pilkada tapi KPK tetap maju. Kewenangan KPK yang tidak dapat di intervensi termasuk memilih target kepala daerah yang selama ini parpol pengusung tetap bersih, tak perlu ikut bertanggung jawab atas prilaku korupsi. Mati satu tumbuh seribu yang akan membuat KPK makin banyak pekerjaan melaksanakan OTT.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun