Mohon tunggu...
Maulida Husnia Z.
Maulida Husnia Z. Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Belajar menulis kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Overprotektif pada Anak, Salahkah?

12 Maret 2018   14:02 Diperbarui: 12 Maret 2018   14:11 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap orang tua pasti mempunyai karakter masing-masing dalam mendidik anak. Namun dalam kesehariannya, sikap protektif terhadap anak cenderung dinomorsatukan. Hal ini tentunya bertujuan supaya hal-hal yang tidak diinginkan, tidak menimpa sang buah hati. Orang tua mana sih, yang tidak ingin menjadikan anaknya aman?

Membahas tentang mendidik anak, pasti tidak lepas dengan yang namanya anak kecil atau anak usia dini. Sifat alamiah mereka yang selalu ingin tahu dan tidak pernah diam, membuat siapapun yang ada didekatnya tidak pernah tenang. Satu detik kita mengalihkan pandangan dari si anak, satu detik itu pula akan banyak kemungkinan yang bisa terjadi padanya. Inilah yang membuat sebagian besar orang tua menjadi overprotektif dan mempunyai kekhawatiran terhadap anak yang berlebihan.

Protektif terhadap anak memang penting, bahkan menurut saya memang lumrah dilakukan oleh semua orang tua. Namun jika kita sudah membubuhkan kata "over" pada kata "protektif", itu sudah lain ceritanya.

Overprotektif yang saya maksud disini adalah yang tak lazim. Maksudnya, overprotektif yang belum tahu sasaran dan waktu. Misalnya, melarang anak untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya lazim dilakukan anak seusianya. Atau overprotektif pada suatu hal yang sejatinya sama sekali tidak berbahaya untuknya.

Orang tua yang overprotektif, mungkin mempunyai alasannya tersendiri dan sama sekali tidak berniat buruk pada anak. Namun secara tidak langsung, sikap orang tua yang overprotektif salah sasaran tersebut bisa membentuk karakter anak menjadi melenceng dari ekspektasi.

Anak akan menjadi penakut

Ular, mereka bahaya karena mempunyai bisa. Ulat, jika kita menyentuhnya maka akan membuat kulit gatal. Namun bagaimana dengan kucing? Apakah kucing mempunyai bisa dan membuat gatal?. Orang disekitar kita pada kenyataannya banyak sekali yang takut pada makhluk lucu ini. Jika saya bertanya kepada mereka apa alasannya, jawaban mereka bervariasi. Ada yang karena trauma pernah digigit, ada yang takut tanpa alasan, ada yang karena jijik, ada yang sejak kecil memang belum pernah menyentuhnya sama sekali dan lain lain.

Disekitar saya, ada orang tua yang melarang anaknya menyentuh kucing, dan ada yang memperbolehkan. Dalam pemisalan ini, menurut saya anak tidak perlu dilarang selama itu tidak membahayakan si anak.

Selain untuk mengajarkan menyayangi sesama makhluk ciptaan Tuhan YME, memperbolehkan anak menyentuh kucing juga untuk mendidik anak hidup bersih. Setelah menyentuhnya, orang tua pastinya akan mengajari mereka untuk mencuci tangan dan membersihkan diri.

Sayangnya, banyak teman saya yang notabenenya sudah dewasa tapi malah takut dengan kucing. Dan sayangnya lagi, mereka adalah laki-laki. Kalau alasan takut tergigit menurut saja wajar saja. Namun bukankah tidak semua kucing seliar itu? Bahkan ada yang takut dengan bayi kucing. Waduh, sebegitu takutnya mereka dengan hewan mungil ini sampai saya terheran-heran.

Adalagi contoh, misalnya anak yang takut dengan gelap. Bisa jadi sejak kecil orang tua menanamkan pada anak paradigma jika gelap berhubungan dengan hantu dan sejenisnya. Ketakutan yang diciptakan ketika anak masih berusia dini pun akhirnya berlanjut sampai ia dewasa. Akibatnya, dapat kita jumpai orang yang phobia terhadap gelap, dan sejenisnya.  Kedepannya, saya harap  para orang tua bisa lebih protektif pada anak selain dengan cara menakut-nakutinya.

Ulasan diatas, hanya sedikit contoh akibat overprotektifnya orang tua kepada anak. Phobia; trauma dan ketakutan terhadap hal-hal yang tidak perlu, saya rasa bisa dicegah sejak dini dengan peran serta orang tua. Ayah dan Bunda, mari mengajarkan anak untuk menjadi pemberani dan percaya diri sejak dini dengan tidak bersikap overprotektif pada mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun