Hari ini 9 Dzulhijjah, semua jemaah haji berkumpul di Arafah untuk melaksanakan salah satu ritual haji yang disebut wukuf. Padang pasir yang membentang seluas + 33 kilo meter dengan daya tampung mencapai lebih dari dua juta jemaah itu sedang penuh dipadati jemaah haji. Mereka tengah bersiap-siap untuk melaksanakan wukuf tepat ketika matahari mulai tergelincir pada 9 Dzulhijjah hingga terbit fajar 10 Dzulhijjah. Wukuf di Arafah adalah puncak pelaksanaan ibadah haji, sehingga dikatakan "Al-Hajju Arafah" (Haji itu wukuf di Arafah).
Secara bahasa, wukuf artinya berhenti atau berdiam diri di Padang Arafah. Di padang tandus yang luas itu, ditengah terik matahari yang kadang mencapai 50 derajat, jemaah haji diwajibkan untuk berhenti atau berdiam diri. Untuk apa? Merenung, berintrospeksi diri serta bertaubat kepada Allah SWT. Wukuf adalah isyarat bahwa segala sesuatu yang semula bergerak suatu saat pasti akan berhenti. Itulah puncak dari kehidupan. Tangan yang semula lincah bergerak suatu saat pasti akan berhenti, kaki yang kuat melangkah suatu saat akan berhenti, mata yang terus berkedip suatu saat pasti akan berhenti, urat nadi yang terus berdenyut, jantung yang terus berdetak, dan semua yang bergerak pasti akan berhenti. Semua yang bergerak, yang hidup akan berhenti, mati. Maka wukuf mengisyaratkan pentingnya berhenti sejenak dari segala hiruk-pikuk kehidupan dunia, untuk merenung, berpikir, dan merencanakan kehidupan selanjutnya. Wukuf adalah upaya pengenalan agar manusia menjadi lebih kenal akan dirinya, karena "siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya". Karena itulah, Tuhan terus ingatkan manusia dengan bertanya "bagaimana kamu ingkar kepada Allah padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia akan mematikan kamu, Dia akan menghidupkan kamu kembali, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan" (QS. Al-Baqarah: 28). Dengan begitu, manusia akan segera menyadari berbagai kesalahan yang telah diperbuat lalu memohonkan ampun.
Saat melakukan wukuf, pakaian yang digunakan disebut ihram, dua helai kain putih tak berjahit. Apa yang terbayang dalam benak kita adalah suatu saat kita akan mengenakan kain kafan. Pada saat itulah tumbuh kesadaran bahwa kita pasti akan melepaskan pakaian dunia ini dan memasuki alam akhirat. Dengan kain ihram itu, kita diingatkan bahwa sebagai manusia kita sebenarnya tidak memiliki apa-apa yang bisa dibanggakan dihadapan Allah, selain yang melekat pada diri kita yaitu iman dan amalan kebajikan. Sesuatu yang tidak secara esensial melekat pada diri kita pasti akan kita lepaskan karena memang bukan milik kita. Pakaian hanya melekat sementara, maka sejatinya ia bukan milik kita. Pakaian ihram tidak boleh dijahit dan terbuat dari kain sederhana warna putih. Hal ini merupakan suatu simbolisme bahwa kita sedang menampilkan diri kita apa adanya secara utuh dihadapan Allah (Komaruddin Hidayat, 2000:427). Di dunia, pakaian adalah topeng. Ia dapat menjadikan pemakainya nampak paling bertakwa, paling sederhana, paling tajir atau sebaliknya. Tetapi menghadap Tuhan, pakaian tidak perlu mewah, tidak perlu mahal, tidak perlu disulam, cukup kain putih sederhana tak berjahit, itulah kain kafan.
Arafah adalah miniatur Padang Mahsyar. Panas, sesak, kering, haus, tidak ada tempat berlindung, tidak ada tempat meminta pertolongan. Tidak ada atasan dan bawahan, tidak ada pejabat tinggi, yang berharta dan bertahta dengan yang miskin sama saja, tokoh atau rakyat jelata juga sama. Semua menunggu giliran menghadap Allah dengan status yang sama. Semua diam, khawatir, penuh harap saat menunggu keputusan apakah yang berat adalah timbangan kabaikan atau sebaliknya. Maka sebelum memadati padang mahsyar, manusia terlebih dahulu memadati padang arafah, melakukan wukuf di tempat yang gersang, panas menyengat. Manusia diwajibkan untuk berhenti sejenak, berdiam diri, merenung, bermuhasabah diri, lalu bertaubat memohon ampunan dari sang pencipta sekaligus membangun komitmen untuk menjadi semakin baik, semakin bermanfaat. Wallahu'alam bish-shawab
Numana, 05 Juni 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI