Ramadhan baru saja berlalu. Seluruh kaum muslimin kembali memulai aktifitasnya secara normal, bebas makan dan minum pada siang hari. Ramadhan adalah takdir, ia akan selalu datang lalu pergi untuk kembali datang selanjutnya pergi lagi. Ketika ia datang, aneka ekspresi kegembiraan menyambutnya, pun ketika ia pergi berbagai ekspresi kehilangan menyertainya. Ramadhan adalah siklus kehidupan, ada saatnya mengendalikan diri agar tidak terjerembab dalam kubangan konsumerisme, dan ada saatnya membebaskan diri agar terbebas dari belenggu nafsu bendawi. Demikianlah siklus hidup, ada saatnya luang lalu berganti sempit, ada waktunya duka lalu berganti suka, pun ada waktunya siang dan malam. Semua terus bergulir, berganti mengiringi roda kehidupan manusia. Tuhan ingatkan bahwa "sesungguhnya dalam pencitaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal" (QS. Ali-Imran [3]: 190).
Ramadhan adalah langit, ia tinggi tembus hingga sampai al-arsy, tempat persemaian sang pencipta. Saat ramadhan tiba, semua mengontrol diri, menahan diri tidak makan dan minum serta tidak memenuhi kebutuhan biologis pada siang hari. Untuk apa? Mengikuti perintah Tuhan sekaligus melatih diri mengikuti sifat-sifatNya yang tidak makan dan tidak minum juga tidak memiliki hasrat biologis. "Katakanlah (Nabi Muhammad), "Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya." (QS. Al-Ikhlas [112]: 1-4). Puasa ramadhan adalah ibadah yang khusus ditujukan langung kepada Tuhan, berbeda ibadah lainnya. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits qudsi yang mengatakan bahwa "Rasulullah SAW bersabda "Allah berfirman, "semua amal ibadah anak Adam untuknya, kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya" (HR. Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946).
Malam hari ramadhan, kaum muslimin dianjurkan untuk berdiri (qiyam), meninggikan kualitas penghambaan agar semakin dekat kepada penciptanya. "Barangsiapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu," (HR Bukhari dan Muslim). Shalat adalah ibadah yang mendekatkan hamba dengan tuhannya, melalui shalat terjadi dialog, Allah menjawab langsung semua pujian dan do'a yang disampaikan ketika shalat. Itulah sebabnya, selama ramadhan shalat ditinggikan, agar hamba dengan Khaliq semakin dekat.
Ramadhan adalah bumi, ia rendah, juga ikhlas. Ramadhan mengajarkan kita bagaimana berbuat ikhlas dan merendahkan ego. Melepaskan belenggu segala keangkuhan, kebesaran, ketenaran, dan rasa paling hebat dari siapapun. Karena sejatinya, kita bukanlah siapa-siapa dihadapan Tuhan. Kita hanyalah tanah yang dibentuk lalu ditiupkan roh, lalu hiduplah kita. Namun, ketika roh itu diambil oleh pemiliknya, maka tubuh pun ambruk diam tak bergerak. Untuk itulah, Rasulullah ingatkan bahwa "yang terbaik di antara kamu adalah yang panjang umurnya dan banyak amalan kebajikannya". Al Alusi mengatakan bahwa, "sesungguhnya yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya di antara kalian di sisi Allah di dunia maupun di akhirat adalah yang paling bertakwa (Ruhul Ma'ani, 19: 290).
Ramadhan adalah lautan hikmah. Ada banyak pelajaran yang dapat kita petik dan jadikan bekal mengarungi sebelas bulan pasca ramadhan. Pertama, lapar dan haus itu berat. Sehari saja terasa apalagi lama. Lihat saja ekspresi kita sesaat menjelang berbuka, rasanya tidak sabar sekali menunggu bunyi sirine tanda waktu berbuka. Ketika berbuka pun rasa-rasanya ingin dilahap semua jenis menu yang tersaji. Ini artinya kita tidak sanggup menahan lapar dan haus. Maka ramadhan memberikan pesan hikmah untuk tidak bermalas-malasan. Ramadhan memberikan pelajaran tentang pentingnya usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama agar terhindar dari kehausan dan kelaparan. Nasib setiap orang tidak boleh digantungkan pada orang lain, tapi bergantung pada dirinya sendiri. Allah SWT tekankan bahwa "Dia tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali ia sendiri yang merubahnya". Disinilah letak pentingnya ikhtiar untuk merubah nasib menjadi lebih baik.
Kedua, makan dan minum tanpa kontrol itu tidak sehat. Mengontrol makan dan minum, bukan hanya terkait volume (berapa kali) dan porsi (berapa banyak), tetapi juga terkait cara memperoleh makan dan minum. Itulah sebabnya, Allah SWT peringatkan untuk "makanlah sebagian apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai (rezeki) yang halal lagi baik dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya" (QS. An-Nahl [16]: 114). Makanan yang halal berkaitan dengan tiga aspek, yaitu halal menurut sifatnya (zatnya), halal menurut cara perolehannya, dan halal menurut cara pengolahannya. Bangkai, babi, anjing, hewan bertaring, minuman keras adalah haram menurut sifatnya atau zatnya. Ikan, telur nasi goreng, roti, adalah halal, tetapi haram jika diperoleh dengan cara mencuri. Demikian pula kambing, ayam, dan sapi adalah hewan yang halal dimakan tetapi haram jika disembelih tidak menyebut asma Allah.
Adapun thayib artinya baik yakni sehat dan menyehatkan. Daging adalah makanan yang baik dan sehat, tetapi tidak menyehatkan bagi penderita hypertensi, demikian pula kepiting, cumi-cumi, gurita, udang, adalah baik dan sehat tetapi tidak menyehatkan bagi penderita kolesterol tinggi, dan sebagainya. Ramadhan memberikan pesan hikmah agar pola konsumsi makanan dan minuman dapat terkontrol. Volume dan porsinya terkontrol, halal dan thayib-nya juga terkontrol. Dengan berpuasa, pola konsumsi dapat terkontrol yang menjadikan kita sehat. Rasulullah Muhammad SAW mengatakan, "berpuasalah agar kamu sehat".
Ketiga, berbagi itu indah. Puasa mengajarkan tentang rasa, bahwa haus dan lapar itu tidak nyaman. Sehari saja terasa berat apalagi berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Itulah rasa yang dialami oleh saudara-saudara kita yang hidup dalam kemiskinan. Setiap saat mereka merasakannya, bukan hanya pada bulan ramadhan. Maka ramadhan memberikan pesan hikmah pentingnya berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Pada sebagian rezki yang kita peroleh ada bagian fakir miskin yang harus kita keluarkan. Itulah sebabnya menjelang akhir ramadhan kita berkewajiban membayar zakat. Dengan membayar zakat, kita dapat berbagi, dan saudara-saudara kita pun dapat tercukupkan kebutuhannya serta ikut bergembira menyambut hari kemenangan. Rasulullah SAW ingatkan bahwa "tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah". Maksudnya, orang yang berbagi lebih utama daripada yang mendapat pembagian. Semoga kebiasaan berbagi tidak berakhir seiring berlalunya ramadhan. Akhirnya, "taqabbalallahu minna waminkum, minal 'aidina wal fa'idzin, mohon maaf lahir bathin". Wallahu a'lam bish-shawab.
Numana, 02 April 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI