Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengapa Saya Mengantar Ibu Saya ke Pengadilan untuk Bercerai?

24 Juni 2022   17:00 Diperbarui: 28 Juni 2022   02:49 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bubrahnya rumah tangga. credit: pixabay/stevepb

Disclaimer: Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membuka aib atau apapun namanya, namun dibuat untuk tujuan klarifikasi atas berbagai hal yang terjadi di masa lalu yang imbasnya terasa dan berjalan hingga jauh sesudahnya. Di lain pihak, karena saya sendiri yang mengantarkan ibu saya ke pengadilan (bukan pengadilan agama namun pengadilan umum); saya memperoleh tekanan juga dari sikap saya tersebut. Dari keluarga. Juga dari lingkungan sekitar. Poin 'mengapa' ada di akhir artikel.

Tulisan ini dibuat segamblangnya, dengan setransparan mungkin, dengan sudut pandang sayaapa yang saya lihat dan berusaha memahami situasi dari hal yang simpang-siur dalam keluarga saya (dengan masih orangtua sebagai kepala dalam susunan teratas), dibuat sebagai pembelajaran juga karena masukan dari beberapa teman. 

Jika tulisan ini diibaratkan pisau, sedari awal tulisan ditujukan untuk memotong serta menguliti sesuatu yang selama ini tersembunyi di dalam yang (agaknya) sikap yang kasatmata dan terlihat secara keseharian berhasil disalah-artikan oleh sebagian orang di sekeliling, termasuk anggota keluarga sendiri.

*

Sampai keributan terakhir orangtua yang saya tau, saya pikir itu juga tak akan terselesaikan. Karena seperti yang sudah-sudah, komunikasi tidak berjalan dua arah. 

Ketika ibu saya mengajak saya untuk ke KUA kemudian, saya masih membutuhkan beberapa waktu untuk berpikir ke depannya. Hingga akhirnya saya mengiyakannya. 

Mungkin agak aneh jika pasangan Katolik mengurus perceraian ke Pengadilan Agama; karena selain secara umum sebuah perceraian tidak diakui, seharusnya kanal yang pas adalah Pengadilan Negeri. 

Namun ibu saya bersikeras karena dokumen yang dipunya hanyalah bukti nikah secara Islam di KUA Wonokromo setelah sebelumnya diantar ke KUA Pepelegi. 

Dan itupun perlu bolak-balik juga; namun agaknya tak membuat lemah ibu saya (yang saya heran) karena biasanya sering mengeluh jika berkendara jauh apalagi saat itu hanya bersepeda motor.

Selama ini ibu saya meminta diuruskan surat pemberkatan di gereja (karena pada akhirnya ibu saya memeluk Katolik dari sebelumnya Islam). Namun hingga saat terakhir menuju ke pengadilan itu surat pemberkatan gereja itu tak kunjung diurus dengan alasan, "itu hanya buat formalitas". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun