Pada saat ini generasi milenial tidak luput dari hubungan asmara atau percintaan. Dimana dalam umur tersebut hormon oksitosin  sedang mengalami peningkatan.Â
Hormon oksitosin dikenal sebagai hormon cinta karena hormon tersebut berhubungan dengan perasaan hati, kasih sayang, dan juga ketertarikan terhadap lawan jenis. Akan tetapi, pada umur tersebut cenderung memiliki pemikiran yang pendek dan belum bisa mengontrol emosi dengan baik.Â
Bunuh diri menjadi salah satu jalan pada saat para remaja putus cinta. Remaja yang bunuh diri menganggap bahwa permasalahan yang dia hadapi tidak ada jalan keluar atau solusinya, sehingga dia memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Bunuh diri dapat terjadi karena adanya berbagai faktor, antara lain mental yang tidak stabil, sikap impulsif, tekanan dari lingkungan keluarga, pembulian yang berlebihan, penyalahgunaan obat-obat terlarang, masalah keuangan, dan juga masalah asmara atau percintaan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah melakukan riset dan mengungkapkan bahwa angka bunuh diri di kalangan remaja Indonesia mengalami peningkatan.Â
Berbagai faktor penyebab bunuh diri ini dilakukan pengkajian. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untuk mengobservasi kasus-kasus bunuh diri di kalangan remaja Indonesia dan membuktikan apakah putus cinta menjadi salah satu penyebab bunuh diri di kalangan remaja.Â
Berdasarkan data yang didapat dari Komnas Perlindungan Anak (KPAI), sekitar 80% korban bunuh diri di Indonesia adalah remaja. Putus cinta menjadi faktor penyebab bunuh diri di kalangan remaja yang paling tertinggi, selanjutnya disusul oleh masalah ekonomi, lalu keharmonisan keluarga  dan permasalahan di lingkungan sekolah.
Upaya untuk mencegah terjadinya bunuh diri pada seorang remaja terletak pada lingkungan pertemanan dan lingkungan keluarga. Orang tua harus memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap anak, karena menurut (Nevid, Rathus, dan Green, 2003) orang yang memiliki keinginan bunuh diri cenderung menunjukkan niatnya, sering kali cukup eksplisit seperti menceritakan pada orang lain mengenai pikiran-pikiran bunuh dirinya.Â
Apabila wali memiliki tingkat kepekaan yang lebih, orang tua dapat mengidentifikasi lebih awal mengenai keinginan anaknya untuk bunuh diri.Â
Dalam kondisi yang seperti ini, wali anak wajib bersikap hati-hati dalam memperhatikan kegiatan anak. Orang tua juga perlu meluangkan waktunya untuk berkumpul dengan anak dan menghabiskan waktu bersama.
Lingkungan pertemanan juga menjadi salah satu upaya untuk menangani dan mencegah bunuh diri pada remaja. Teman, kerabat atau anggota keluarga yang bisa dipercaya dapat menjadi pendengar yang baik saat remaja mengalami down.