Mohon tunggu...
Kelvin Esarel
Kelvin Esarel Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kekuasaan yang Menghancurkan

3 Oktober 2018   22:02 Diperbarui: 3 Oktober 2018   22:07 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Kelvin Esarel Amroy Saputra*

Kekuasaan hanya untuk orang-orang yang memiliki harta yang banyak. Kekuasaan tidak  memandang siapaun yang ingin menjadi penguasa. Kekuasaan dapat di raih dengan cara apapun yang ingin memilikinya. Banyak orang yang ingin menjadi penguasa tetapi mereka lupa dengan nilai-nilai pancasila. Tetapi orang yang sudah menjadi penguasa kadang suka lupa akan apa yang dia sudah miliki dan dia raih. Tapi apakah sikap yang ditunjukkan pemimpin sampai sekarang ini sudah baik ?. Bagaimana seharusnya pemimpin itu. Apa yang harus seorang pemimpin lakukan untuk menjadi yang terbaik. Jika seseorang menerapkan kekuasaan otoriter apakah itu akan baik ?

Pada zaman dulu ada seorang yang berasal dari italia yang menerapkan kekuasaan otoriter di Negara ini. Siapakah dia ? dia adalah Gramsci. Gramsci adalah seorang pencetus hegemoni dengan pemikir besar dan kritisnya, tetapi ia tidak terlalu di kenal dengan pemikirannya dan baru di kenal pada masa orde baru melalui terjemahan dari pilihan kumpulan catatan dari penjara yang di bukukan.  Seluruh rakyat diharuskan untuk mematuhi segala aturan yang dibuatnya. Jika sikap seorang pemimpin seperti itu maka tidaklah benar karena bukan seperti itulah pemimpin seharusnya. Mengapa ? karena jika pemimpin seperti itu hanya menimbulkan berontak dari masyarakat. Jika seperti itu rakyat tidak merasakan  kebebasan. Rakyat hanya merasakan kekekangan.  Masyarakat tidak dapat menikmati hak nya. Dan pada akhirnya rakyat akan berontak untuk mendapatkan kebebasan dan terlepas dari kekangan.

Dari sosok Gramsci seharusnya para pemimpin bisa belajar bahwa sikap yang dimiliki nya dalam memimpin tidak baik. Sikap seperti itu mendatangkan berontak berontak dari rakyat. Dan mengakibatkan dia ditolak oleh rakyat dan tidak bisa menjalankan kekuasaannya. Jadi bukankah itu hanya merugikan diri sendiri saja ?. memang mungkin jika kita memimpin dengan sikap seperti itu kita akan merasa puas. Mengapa ? karena kita bisa mengatur siapapun sesuka hati kita, semau kita. Jadi kita merasakan kesenangan dan merasa bahwa kita lah penguasanya. Tapi perasaan itu hanya sementara. Karena rakyat bukanlah boneka yang bisa kita atur sesuai keinginan kita. Rakyat juga manusia yang ingin bebas dari kekangan. Maka dari itu rakyat berontak karena merasa kebebasannya terenggut.

Sikap hegemoni yang dimiliki oleh Gramsci tidak dapat diterapkan di Indonesia karena Indonesia adalah Negara demokrasi yang seharusnya mendengarkan suara rakyat bukan justru memaksa rakyat mematuhi peraturan pemerintah dan tidak mendengarkan aspirasi rakyat.  Jika pemimpin Indonesia seperti itu maka yang didapat oleh pemimpin itu hanyalah berontak dari rakyat dan Negara ini pun menjadi tidak damai. Maka dari itu pemimpin Indonesia harus dijauhkan oleh sikap yang seperti itu agar Negara ini tentram dan rakyatpun sejahtera. Bukan harus menjauhi sikap hegemoni saja tapi pemimpin juga harus memilki karakter lainnya untuk mensejahterakan rakyat. Jangan jadi pemimpin yang selalu merasa benar. Dan jangan juga menjadi pemimpin yang hanya memikirkan kepentingan sendiri. Bukan seperti itu pemimpin seharusnya.

Pemimpin adalah seseorang yang bisa mensejahterakan rakyatnya. Bagaimana caranya ? dengan mendengarkan suara rakyat, melindungi rakyat dari bahaya, menjamin kebahagiaan rakyat, memberikan kebebasan kepada rakyat. Pemimpin tidak bisa memaksakan atau memusatkan kekuasaannya pada dirinya. Karena rakyat juga memiliki keinginan yang seharusnya didengarkan oleh pemimpin. Jika pemimpin seperti itu maka rakyat pun akan sejahtera. Jangan seperti seorang pemimpin di zaman dulu yaitu Gramsci yang memiliki sikap hegemoni yaitu seluruh rakyat harus mematuhi perintahnya dan tidak boleh membantah. Jika sikap itu diterapkan maka rakyat akan terkekang.

Pada saat ini Negara kita sedang menuju Pilpres 2019, para calon pemimpin pun berkampanye untuk mendapatkan atau mencuri perhatian masyarakat banyak agar terpilih. Mereka bersaing untuk mendapatkan suara rakyat yang terbanyak. Dengan mengobral janji -- janji untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Tapi apakah bangsa ini akan benar -- benar sejahtera jika mereka terpilih ?. Apakah janji -- janji mereka akan mereka terapkan saat sudah terpilih nanti ?. Jawabannya akan kita dapatkan setelah para calon tersebut itu terpilih menjadi pemimpin nanti. Apa bangsa kita akan sejahtera kita bisa liat nanti setelah mereka terpilih menjadi pemimpin. Yang diharapkan rakyat Indonesia pastinya adalah pemimpin yang terbaik yang dapat memimpin. Dan merubah Indonesia menjadi Negara yang lebih baik lagi kedepannya. Dan itu semua ada di tangan para pemimpin yang akan terpilih nanti.

Yang pasti adalah masa depan Indonesia adalah tergantung dengan bagaimana para calon pemimpin saat ini memimpin saat mereka terpilih menjadi pemimpin nanti. Dan jika telah menjadi pemimpin nanti sebaiknya tidak melupakan janji -- janji yang sudah di janjikan kepada masyarakat. Pemimpin yang sudah menjadi pemimpin harus amanah dan mau mendengarkan pendapat -- pendapat masyarakat. Yang pasti untuk para calon pemimpin janganlah sampai menerapkan kekuasaan otoriter. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kekuasaan otoriter akan berdampak buruk. Dampak buruk itu bukan hanya pada masyarakat saja tetapi pada pemimpinnya pun berdampak buruk. Dan akan terjadi pemberontakan pemberontakan lagi kedepannya. Karena jika sudah terjadi pemberontakan negara akan hancur dan banyak kericuhan -- kericuhan yang terjadi dimana -- mana karena tidak sesuai dengan norma -- norma yang ada di Negara Indonesia. Seorang pemimpin yang sudah jadi pemimpin harus membawa perubahan untuk wilayah yang mereka pimpin jika tidak ada perubahan sama sekali di daerahnya atau makin buruk keadaannya maka bisa di bilang pemimpin tersebut sudah gagal untuk jadi pemimpin di wilayah yang ia pimpin.

*penulis merupakan mahasiswa mata kuliah ilmu politik jurusan ilmu komunikasi fakultas ilmu social dan ilmu politik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun