Mohon tunggu...
Katharina Zianet
Katharina Zianet Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

FISIP UAJY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Culture Jamming: Sebuah Taktik Anti-Consumerist

30 Maret 2021   22:58 Diperbarui: 30 Maret 2021   23:59 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam artikel ini saya akan sedikit menyinggung tetang istilah culture jamming. Sebagian besar dari pembaca mungkin masih terasa asing dengan istilah ini. Culture jamming merupakan sebuah praktik sindiran yang bersifat artistik yang ditujukan kepada media massa (termasuk iklan) dengan tujuan untuk menjatuhkan pesan media tersebut (Barker & Jane: 2016).

Beberapa pengamat culture jamming mengatakan bahwa praktik culture jamming meupakan sebuah gerakan sosial yang menolak brand internasional karena dianggap merusak budaya lokal. Culture jamming dapat dikatakan sebagai gerakan anti consumerist.

Dalam perkembangannya culture jamming telah menajadi budaya media arus utama. Strategi budaya ini mengubah kendali perusahaan melalui ejekan, mengkontestualisasikan makna, dan peretasan.

Dengan mengadopsi bentuk budaya populer (popular culture) culture jamming menjadi bentuk aktivisme budaya baru. Culture jamming menjadi entitas yang unik dimana pembuatnya disebut sebagai Jammer. Pada tahun 1990-an, culture jamming semakin ditingkatkan dengan adanya World Wide Web (www) dan teknologi browser. Bagaimana contoh dari culture jamming yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari? Berikut penjelasannya.

Satu contoh yang saya berikan dapat diamati pada meme  logo brand minuman. Apabila kita melihat logo sebenarnya maka itu adalah logo minuman kopi ternama yaitu Starbucks Coffee. Namun, diganti menjadi "Six Bucks Coffee". Ini menjadi contoh yang tepat untuk menggambarkan culture jamming. Jika kita amati memang tampak biasa saja. Tetapi ketika anda mulai memahami arti dari kata yang tertulis, anda akan menyetujuinya. Meme ini mungkin akan menghentikan beberapa orang untuk membeli pruduk  Starbucks. Karena mereka bisa membeli kopi dengan harga yang sama atau bahkan lebih murah di tempat lain.

Kemudian dalam kaitan Postmoderenisme, kita melihat culture jamming ini sebagai sebuah kritik yang diwujudkan dalam seni. Hal ini sejalan dengan pengertian postmodenisme menurut Setiawan (2018)  adalah kritik yang diberikan pada pengetahuan universal, tradisi metafisik, maupun modernisme. Dari contoh diatas kita dapat menganalisa bahwa Starbucks Coffee merupakan produk kapitalis, lalu kemudian mendapat kritikan dari Jammer karena merasa tindakan  yang dilakukan pihak  Starbucks Coffee dalam memberikan harga jual pada produk  itu berlebihan.

Semoga artikel ini membantu anda memahami culture jamming.

Daftar Pustaka

Barker, C. & Jane, E. A. (2016). Cultural studies: theory and practice (5th ed.). London: SAGE Publications.

Setiawan, J. dan Sudrajat, A. (2018). PEMIKIRAN POSTMODERNISMEDAN PANDANGANNYA TERHADAP ILMU PENGETAHUAN. 28(1).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun