Tanpa pikir panjang segera saya berbalik arah untuk sembahyang. Tidak merasa takut sedikit pun ketika itu, justru saya yakin tidak akan terjadi apa-apa. Karena saya percaya dengan suara hati yang ada.Â
Bukan untuk urusan sok-sokan. Saya sembahyang saja sampai keadaan tenang. Yang pasti kondisi saya baik-baik saja. Buktinya saat ini bisa menuliskan kisah ini kembali.Â
Walaupun kemudian saya menceritakan kejadian ini dianggap sebagai suatu kebodohan dan diceramahi macam-macam. Â Saya tidak menyesal sama sekali dengan apa yang telah saya lakukan pada saat itu.Â
Apakah kejadian ini akan saya ulangi lagi untuk membuktikan kebenaran dengan apa yang saya lakukan? Tidak berani janji.Â
Suatu pengalaman yang dianggap benar pada suatu waktu, belum tentu akan benar pula pada waktu yang lain.Â
Waktu itu saya melakukan karena spontanitas mendengarkan suara hati. Saya sendiri masih penasaran apa sudah benar dengan yang saya lakukan?Â
Jadi, pasti tidak akan dengan bodohnya saya melakukan hal yang sama lagi bila tiba-tiba mengalami situasi yang sama.Â
Bisa saja ketika terjadi di saat yang berbeda suara hati yang ada berbeda lagi. Siapa tahu malah disuruh segera lari. Kemudian gedung ambruk tiba-tiba.Â
Itu sebabnya orang bijak mengatakan harus pandai dan bijaksana menyikapi apa yang terjadi. Melakukan satu hal benar pada satu kejadian belum tentu akan benar pada kejadian yang sama, tetapi waktu berbeda atau sebaliknya.Â
Orang bodoh tidak belajar pada pengalaman, tetapi jangan terlalu bodoh pula melakukan apa saja berdasarkan pengalaman.
Misalnya kita menolong seseorang, malah orang tersebut menipu kita. Dari pengalaman ini tentu kita belajar.Â