Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Positif Covid-19 dan Kamar Kosong

14 Januari 2021   23:10 Diperbarui: 14 Januari 2021   23:19 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: postwrap/katedrarajawen

Katedrarajawen  _Di kala berpacu dengan waktu, tetapi harus menunggu, jantung pun ikut berpacu. Dalam khusyuk berdoa pun di otak   terasa ada yang mengganggu. 

Setelah menunggu hampir 24 jam di IGD, ketika hendak beranjak saya dipanggil kembali. Seorang suster memegang kertas hasil tes swab. Tanpa banyak omong lagi langsung memberitahukan: positif. Ya, adik saya positif Covid-19. 

Tanpa banyak kata pula suster itu langsung memberikan dua pilihan: isolasi mandiri di rumah atau dirujuk ke rumah sakit lain dan tidak bisa memilih. Dengan catatan sekarang semua tempat penuh sehingga tidak bisa memastikan kapan akan mendapat tempat. 

Sebenarnya saya ingin minta waktu berunding dengan keluarga, tetapi diminta untuk cepat-cepat memutuskan seperti maling yang sedang dikejar-kejar. Saya juga tanpa berpikir banyak memutuskan agar dirujuk saja. 

Saya bisa melihat raut wajah suster yang mengurus kurang berkenan. Ketika  sedang menulis urusan ini, saya bisa mendengar ia mengatakan keluarga minta dirujuk padahal semua tempat sudah penuh dan hari ini juga banyak dari tempat lain yang menanyakan tempat di rumah sakit ini. Kenapa tidak langsung dibawa pulang saja? 

Tentu saya harus mencoba bersabar dan menjelaskan  kalau saya akan menunggu malam ini sampai besok. Apabila memang tidak mendapat ruang perawatan baru akan melakukan isolasi mandiri. 

Malam itu saya meminta istri  adik mencari informasi untuk keperluan alat-alat bila harus isolasi mandiri di rumah. Karena adik kondisinya sudah sesak napas. Oksigen dilepas sebentar saja sudah sesak. 

Entah mengapa berubah pikiran malam itu adik dan istri ingin isolasi mandiri di rumah saja. Mungkin membayangkan ketakpastian kalau harus dirujuk entah ke rumah sakit mana. Namun saya tetap bertahan harus menunggu di rumah sakit. Tepatnya di ruang IGD. 

Pemikiran saya, bagaimanapun di rumah sakit pasti lebih terjamin. Apabila ada apa-apa penanganan bisa lebih cepat. Andaikan dibawa pulang ke rumah, tiba-tiba ada masalah, mau balik ke rumah sakit lagi belum tentu bisa dapat pelayanan secepatnya. 

Selama di rumah sakit saya sudah melihat sendiri setiap orang sakit yang datang harus menunggu sekian jam di depan ruang IGD. Karena kondisinya memang demikian. Penjelasan yang didapat pasti adalah semua ruang penuh. Termasuk di IGD. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun