Bayangkan, saat seorang biksu berkhotbah tentang ajaran Buddha dengan bahasa universal di gereja, saya yakin hal ini sedikit banyak dapat membuka pemikiran yang sempit tentang agama Buddha dikalangan umat Kristen selama ini. Karena yang terjadi selama ini tidak sedikit disampaikan bahwa ajaran Buddha itu kuno dan menyembah patung.
Begitu juga sebaliknya bila pastor atau pendeta diberikan kesempatan untuk menyampaikan langsung ajaran Yesus di hadapan umat Buddha di vihara dengan bahasa universal, maka akan tercipta pemahaman yang benar.
Selama ini yang terjadi adalah para pemimpin agama lebih berlomba-lomba menyampaikan agamanya dengan bahasa keangkuhan bahwa agamanya yang paling benar. Lalu dengan piciknya menyebarkan bahwa agama lain adalah tidak benar dan membawa-bawa nama Tuhan sebagai jaminan bahwa apa yang mereka sampaikan adalah kebenaran.
Tentu saja semua ini akan membekas di kepala dan hati umatnya.
Tak heran, agama yang sudah ada sejak lebih dari dua ribu tahun yang lalu yang bertujuan mulia untuk menciptakan kehidupan yang damai sampai hari belum tercapai sepenuhnya.
Mengapa?
Tidak lain, karena para pemimpin agamanya tidak menyampaikan kebenaran universal dalam ajaran agamanya. Tidak sedikit justru meracuni umatnya dengan kebenaran sepihak, sehingga hidup saling bermusuhan dengan agama lain.
Sayang memang!
Maaf, kalau tulisan ini bisa meracuni, lagipula saya masih umat yang tersesat!