Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Harus Belajar dari Aksi Barbar Loyalis Trump

11 Januari 2021   11:30 Diperbarui: 11 Januari 2021   11:33 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto AFP PHOTO/GETTY IMAGES NORTH AMERICA/Samuel Corum Massa pendukung Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerbu Gedung Capitol di Washington DC, 6 Januari 2021. Pendukung Trump berkumpul di ibu kota untuk menghentikan Kongres AS mengesahkan kemenangan Joe Biden.

AKSI unjuk rasa para loyalis Presiden Donald Trump yang mendobrak masuk hingga mengepung Capitol Hill AS untuk memaksa parlemen membatalkan hasil Pilpres Amerika yang diklaim tanpa bukti penuh kecurangan oleh Trump merupakan sebuah kontradiksi. Kenapa demikian?

Kita tahu bersama, Negeri Paman Sam merupakan moyangnya negara demokrasi. AS adalah salah satu negara super power di dunia. Bahkan predikat Negara adikuasa atau negara adidaya masih melekat kepada AS.

AS merupakan negara dengan kekuatan dominan yang ditandai dengan kemampuannya yang luas untuk memberikan pengaruh atau memproyeksikan kekuasaan dalam skala global.

Namun kejadian di Gedung Parlemen Amerika Serikat, The Capitol Hill, telah menciderai demokrasi liberal yang mereka banggakan.

Ratusan tahun AS membangun demokrasi hingga menjadi negara demokratis yang sangat maju, namun akhirnya runtuh juga dengan aksi provokasi Trump melalui postingannya di akun Twitter pribadinya.

Sekilas, aksi loyalis Trump di Gedung Capitol mirip dengan aksi demonstrasi mahasiswa pada Mei 1998 di Indonesia saat melengserkan rezim Orde Baru. Kemiripannya ialah saat aksi mahasiswa Indonesia tahun 1998 berhasil menduduki gedung Kura-Kura DPR/MPR RI.

Bedanya, Trump memprovokasi pendukungnya untuk menolak hasil Pilpres, aktivis mahasiwa Pejuang Reformasi menuntut Presiden yang sedang berkuasa dan baru terpilih kembali untuk mengundurkan diri.

Kerusuhan loyalis Trump di Gedung Capitol telah memberikan pelajaran berharga untuk demokrasi kita: ukuran negara maju, sejahtera dan superpower tidak menjamin kualitas demokratisasi.

Di AS banyak sumber daya manusia luar biasa hebat. Konglomerat global, akademisi hebat dari kampus-kampus favorit di dunia ada di sana, namun tidak juga menjamin kelanggengan peradaban demokrasi. Lalu apa kabar dengan Indonesia, dimana kondisi masyarakatnya belum sepenuhnya dewasa dalam berdemokrasi.

Bahkan, dua kali Pilpres di Indonesia, telah terjadi pembelahan luar biasa diantara dua kubu pendukung. Dampaknya masih terasa hingga sekarang meskipun pasangan Capres-Cawapres yang kalah Pilpres diakomodir dalam Kabinet sang rival.

Indonesia boleh berbangga atas capaian demokrasi yang mulai menemukan bentuknya. Pilkada Serenrak 2020 yang digelar di tengah Pandemi Covid-19 telah berhasil digelar dengan kualitas demokrasi dan tingkat kepatuhan protokol kesehatan yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun