Oleh: Aziz Muslim Haruna Â
Gelombang narkotika terus menjadi ancaman nyata bagi denyut nadi bangsa Indonesia, merayap hingga ke pelosok daerah, menggerogoti masa depan generasi. Kabupaten Sampang di Pulau Madura, Jawa Timur, tidak luput dari bayang-bayang kelam ini. Menghadapi tantangan tersebut, Sampang menunjukkan sebuah model penanganan yang bertumpu pada sinergi sektor publik. Namun, di balik upaya kolaboratif yang patut diapresiasi ini, tersimpan sejumlah pertanyaan krusial mengenai kapasitas, jangkauan layanan, dan potensi peran serta elemen masyarakat lainnya yang tampaknya belum tergarap optimal.
Lanskap rehabilitasi pengguna narkoba di Sampang saat ini didominasi oleh peran sentral Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sampang. Dikelola oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang, RSUD ini bukan sekadar fasilitas kesehatan biasa, melainkan telah ditunjuk sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Penunjukan ini, yang didasari oleh nota kesepahaman (MoU) dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur, menempatkan RSUD Sampang di garis depan pelayanan rehabilitasi, khususnya untuk layanan rawat jalan. Informasi yang tersedia hingga pertengahan 2025 mengindikasikan bahwa layanan rehabilitasi di poliklinik jiwa RSUD ini bahkan disediakan secara gratis, sebuah langkah progresif untuk meruntuhkan tembok stigma dan beban finansial yang kerap menghalangi pecandu mencari pertolongan. Dokter spesialis kejiwaan yang juga bertindak sebagai asesor bersertifikat menangani pasien yang secara sukarela ingin pulih, membedakan mereka dari kasus yang tertangkap aparat terlebih dahulu. Kasus-kasus yang dinilai ringan hingga sedang dapat menjalani rehabilitasi rawat jalan di sini, sementara kasus berat akan dirujuk ke fasilitas IPWL lain yang memiliki kapasitas rawat inap lebih memadai, seperti RS Dr. Soetomo di Surabaya atau RSJ Menur.
Mendampingi RSUD, Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Sampang hadir sebagai kepanjangan tangan BNN pusat dengan mandat utama pada program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Peran BNNK Sampang dalam konteks rehabilitasi lebih cenderung bersifat koordinatif, fasilitatif, dan asesmen. Dokumen "Naskah Akademik BNNK Sampang" yang beredar beberapa waktu lalu (meskipun mungkin tidak merefleksikan kondisi termutakhir secara penuh) mengisyaratkan bahwa BNNK Sampang, yang pada suatu masa bahkan belum memiliki kantor permanen dan masih dalam tahap persiapan lahan untuk gedung sendiri, sangat diantisipasi perannya oleh masyarakat. Naskah tersebut juga menyebutkan adanya "Satgas Terapi" yang diketuai oleh Direktur RSUD Sampang dan beranggotakan perwakilan dari Dinas Kesehatan serta Dinas Sosial, menunjukkan sebuah mekanisme kolaborasi lintas sektoral yang telah dirintis. Meskipun BNN secara nasional memiliki layanan rehabilitasi komprehensif seperti SIRENA dan berbagai balai serta loka rehabilitasi, bukti konkret bahwa BNNK Sampang telah mengoperasikan fasilitas rehabilitasi fisik (panti atau klinik) tersendiri di Sampang sejauh ini belum mengemuka secara gamblang. Ini mengindikasikan bahwa BNNK Sampang lebih berfokus pada P4GN, sosialisasi, deteksi dini, dan mengarahkan pengguna ke layanan yang ada, terutama RSUD Sampang.
Pemerintah Kabupaten Sampang, melalui Dinas Kesehatan, juga memiliki tanggung jawab yang diamanatkan oleh regulasi daerah, yakni Peraturan Bupati Sampang Nomor 35 Tahun 2017. Peraturan ini mewajibkan pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba untuk menjalani rehabilitasi medis dan sosial, serta menugaskan pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber daya manusia dan menyediakan sarana prasarana rehabilitasi. Keterlibatan Dinas Kesehatan dalam "Satgas Terapi" bersama RSUD dan BNNK Sampang adalah manifestasi dari amanat ini.
Kekuatan Model yang Ada: Fondasi untuk Melangkah Maju
Model penanganan rehabilitasi narkoba di Sampang yang mengandalkan kolaborasi antar institusi publik ini memiliki beberapa kekuatan fundamental. Pertama, adanya respons publik yang terintegrasi. Sinergi antara RSUD Sampang, BNNK Sampang, dan Dinas Kesehatan di bawah naungan Pemkab Sampang menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam mengatasi masalah narkoba secara terstruktur. Ini adalah modal sosial dan politik yang penting.
Kedua, aspek aksesibilitas layanan rehabilitasi rawat jalan. Kebijakan layanan gratis di RSUD Sampang merupakan terobosan signifikan. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang beragam dan tingginya stigma, ketersediaan layanan tanpa biaya dapat mendorong lebih banyak pengguna untuk secara sukarela mencari bantuan pemulihan tanpa rasa takut akan diskriminasi hukum (bagi pelapor sukarela) atau ketidakmampuan finansial.
Ketiga, formalisasi pelaporan melalui status IPWL RSUD Sampang. Ini memberikan jalur yang jelas dan legal bagi pengguna yang ingin atau diwajibkan melapor untuk mendapatkan rehabilitasi. Keberadaan dokter asesor yang terlatih juga menjamin proses asesmen yang profesional untuk menentukan tingkat keparahan dan jenis intervensi yang dibutuhkan.
Keempat, BNNK Sampang, meskipun mungkin belum memiliki fasilitas rehabilitasi fisik sendiri, tetap menjadi bagian integral dari jaringan BNN nasional. Ini berarti BNNK Sampang beroperasi di bawah visi dan misi nasional BNN, yakni "Menjadi lembaga yang profesional, tangguh, dan terpercaya dalam upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika," serta misi untuk mengoptimalkan sumber daya dan melaksanakan P4GN secara komprehensif. Pendanaan yang bersumber dari APBN, dengan potensi dukungan dari APBD, memberikan landasan bagi operasionalisasinya.