Mohon tunggu...
Kastrat IMS FTUI
Kastrat IMS FTUI Mohon Tunggu... Mahasiswa - #PRAKARSA

Pagi Sipil! Kastrat IMS FTUI kini hadir di Kompasiana untuk membagikan beberapa tulisan yang kami hasilkan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penghapusan Kemanusiaan Junta Militer Myanmar

28 April 2021   22:10 Diperbarui: 28 April 2021   22:23 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada 24 April 2021, Panglima Militer Myanmar, Ming Aung Hlaing, datang menghadiri pertemuan pemimpin ASEAN di Jakarta. Pertemuan ini adalah diplomasi luar negeri pertama pemerintah Myanmar setelah kudeta militer yang dilakukan pada 1 Februari silam. 

Direktur Burma Human Rights Network (BHRN) mengkritik langkah ASEAN yang menerima kedatangan panglima militer tersebut. Dia menilai para pemimpin ASEAN, khususnya Presiden Joko Widodo, sama saja mengakui keabsahan pemerintahan militer di bawah Ming Aung Hlaing yang selain menjadi aktor utama kudeta juga merupakan salah satu aktor dibalik genosida suku minoritas Rohingya di Myanmar.

Hampir 3 bulan sudah sejak pemerintah sah Myanmar yang terpilih melalui pemilihan umum dikudeta oleh angkatan militer Myanmar. Beberapa tokoh dari pemerintahan yang sah ditangkap dan dijadikan tahanan rumah,termasuk di antaranya Penasihat Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Myanmar Win Myint. Selain para tokoh pemerintahan, beberapa aktivis juga ditahan seperti Min Htin Ko Ko Gyi dan Mya Aye. 

Pemerintah militer Myanmar, Tatmadaw, menuduh pemilu 8 November 2020 telah dimanipulasi oleh partai terpilih yaitu National League for Democracy (NLD). NLD mendapatkan 396 kursi di parlemen dari total 476 kursi. 

Panglima tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan bahwa konstitusi dapat dicabut apabila undang-undang tidak ditegakkan dengan benar. Militer juga membantah telah diadakannya kudeta terhadap pemerintah resmi dan menyatakan informasi yang beredar adalah kesalahan media dan organisasi yang memelintir kata-kata dari jenderal. Sejak diadakannya kudeta, media sosial sangat dibatasi oleh pemerintahan militer. Setiap malam, pemerintah militer menonaktifkan internet di seluruh negara.

Masyarakat Myanmar merasa demokrasi yang telah dibangun selama 10 tahun terakhir terancam. Demonstrasi antikudeta dilakukan di beberapa kota di Myanmar. Masyarakat dari berbagai kalangan turun ke jalan bersama-sama melakukan protes kepada pemerintah militer. Masyarakat meminta pemerintah militer untuk segera melepas pemerintahan resmi. Protes yang dilakukan masyarakat Myanmar melibatkan poster-poster penolakan pemerintahan militer dan juga demonstrasi dilakukan secara damai. 

Akan tetapi, pemerintah militer melakukan peringatan melalui The Myanmar Radio and Television yang mengatakan bahwa aksi harus dilakukan sesuai dengan hukum dan harus ditindak apabila melanggar hukum yang berlaku. Pemerintahan Myanmar menilai gerakan demonstrasi sebagai bentuk dari tindakan terorisme. 

Atas dasar tersebut, pemerintah Myanmar tidak segan-segan menurunkan kendaraan bersenjata ke jalan. Pemerintah menggunakan tindakan represif terhadap warga Myanmar dengan menggunakan senjata api, penyerangan fisik dan penangkapan, penculikan, dan penindasan melalui hukum untuk memberikan efek takut kepada demonstran. Akan tetapi, unjuk rasa terus berlangsung hingga saat ini.

Menurut Association for political Prisoners (AAPP), demonstrasi di Myanmar telah memakan 751 korban jiwa dan sebanyak 4.473 orang ditahan per 25 April. Korban tidak hanya orang dewasa akan tetapi anak-anak juga. Pada 23 Maret, AAPP mencatat bahwa seorang anak kelas 8 terbunuh di wilayah Chan Mya Thar Si setelah angkatan bersenjata secara terus menerus melakukan penembakan di daerah tersebut. Seorang ibu usia 60 tahun terbunuh oleh junta militer pada penembakan tanpa konfrontasi di kawasan Magway. 

Di kawasan Mandalay, seorang anak usia 7 tahun tewas dan hampir dijarah oleh junta militer sebelum akhirnya tubuh anak tersebut dapat diselamatkan oleh keluarganya. Mereka juga melakukan penahanan terhadap keluarga dan kerabat dari tahanan politik serta aktivis untuk dijadikan sebagai sandera. Selain itu, junta militer melakukan perampasan dan penjarahan terhadap perumahan dan tempat bisnis yang dikelola masyarakat. Mereka menahan sebanyak 100 pegawai mal dan tokoh di daerah Organe dan Sein Gay Har pada 24 Maret silam.  

Investigator dari PBB menilai bahwa Myanmar sudah melakukan pelanggaran HAM, salah satunya adalah dengan menggunakan peluru tajam yang diarahkan terhadap demonstran. Selain itu, PBB menilai junta militer sudah melanggar kebebasan berpendapat dari masyarakat dengan membungkam para demonstran dan menyerang demonstrasi damai. Junta militer Myanmar melanggar Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dalam proses melakukan tindak represif terhadap demonstran. Jika tidak dihentikan, junta militer juga dapat melakukan genosida terhadap etnis minoritas selain Rohingya seperti suku Karen yang telah dibombardir oleh angkatan bersenjata Myanmar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun