Sudah hampir dua tahun Indonesia berada dalam kondisi pandemi COVID-19. Pemerintah pun sudah mulai membicarakan kembali mengenai "new normal" dalam bidang kesehatan, sosial, ekonomi, dan bidang lainnya. New normal tentunya dibarengi dengan mulai "normal" nya aktivitas masyarakat, seperti  work from office, dibukanya mall, dan aktivitas pembelajaran di sekolah secara tatap muka. Hal ini dilatarbelakangi oleh sudah tingginya angka vaksinasi di Indonesia yang diharapkan mampu membatasi penularan virus COVID-19 meskipun masyarakat sudah mulai beraktivitas seperti biasa.
Berbicara tentang vaksin, banyak sekali berita yang berhubungan dengan vaksin di Indonesia, baik mengenai hoax tentang vaksin, bahaya vaksin merek a, b, atau c, dan - yang baru-baru ini ramai diperbincangkan - vaksin ke-3 yaitu vaksin booster yang, menurut banyak penelitian, dapat meningkatkan sistem imun tubuh.Â
Namun, kebijakan pemerintah mengenai vaksin booster hingga saat ini hanya bisa dipergunakan oleh tenaga kesehatan. Hal ini sudah ditegaskan oleh Juru Bicara Vaksinasi COVID-19, dr. Siti Nadia Tarmidzi dalam laman Kementerian Kesehatan, yaitu suntikan ketiga atau booster hanya diperuntukan untuk tenaga kesehatan, termasuk tenaga pendukung kesehatan.
Sayangnya, dimulainya vaksinasi booster bagi tenaga kesehatan pada 23 Juli 2021 tidak sepenuhnya berjalan dengan baik. Kurangnya persebaran vaksin dan tingginya keinginan beberapa pihak untuk mendapatkan vaksin booster secara mendahului masih menjadi isu yang harus segera diatasi baik oleh pemerintah maupun masyarakat.Â
Buktinya, sudah ditemukan aksi penyerobotan jatah vaksin booster di kalangan masyarakat. Ironisnya, penyerobotan tersebut justru dilakukan oleh sejumlah pejabat non tenaga kesehatan sehingga menyalahi aturan peredaran vaksinasi booster yang sudah dirilis oleh Kemenkes RI (Ramadhan, 2021).
Sayangnya, tindakan mencuri start ini masih belum ditangani secara seharusnya oleh pemangku kebijakan. Padahal, curi start dalam vaksinasi booster tersebut sangat bertentangan dengan kaidah etis dalam tindakan pelayanan kesehatan, yaitu justice sebab tenaga kesehatan di Indonesia belum seluruhnya mendapatkan booster secara 100%.
Pro Kontra Alokasi Vaksin Booster
Di tengah polemik curi start vaksin booster oleh kalangan pejabat yang dianggap tidak etis, beberapa kaum awam hingga pemerintah justru memiliki pandangan bahwa vaksinasi booster seharusnya diberikan kepada masyarakat umum dengan sesegera mungkin. Meskipun, menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) menjelaskan bahwa tidak ada "kebutuhan mendesak" untuk pemberian dosis ketiga dari vaksin Pfizer dan Moderna (booster) kepada masyarakat umum yang sudah divaksinasi secara lengkap (ECDC, 2021).Â
Selain itu, merujuk pada penelitian CDC dan WHO ditemukan rekomendasi bahwa pemberian dosis ketiga (booster) dari vaksin COVID-19 perlu diberikan kepada tenaga kesehatan dan populasi yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pasien dengan penyakit autoimun, ODHA (Orang dengan HIV/AIDS), pasien transplantasi organ, hingga diabetes mellitus.Â
Pemberian booster kepada masyarakat yang mengalami gangguan kekebalan tubuh, memang mendapat banyak pertentangan, tetapi berdasarkan riset tersebut dosis vaksin pertama dan kedua yang diberikan kepada masyarakat immunocompromised tidak dapat memberikan kekebalan yang maksimal sehingga perlu diperkuat dengan pemberian dosis ketiga mengingat individu dengan immunocompromised lebih rentan untuk terinfeksi COVID-19.Â
Sayangnya, populasi masyarakat dengan immunocompromised (gangguan kekebalan tubuh) tersebut cenderung terlupakan dalam program vaksinasi. Padahal, masyarakat immunocompromised lebih rentan terinfeksi COVID-19 dibandingkan masyarakat umum yang tidak mengalami gangguan kekebalan tubuh.Â