Pelecehan seksual merupakan segala bentuk perilaku seksual yang dilakukan tanpa persetujuan korban, yang dapat berupa sentuhan fisik yang tidak diinginkan, komentar cabul, atau tindakan lainnya yang bersifat merendahkan atau mengintimidasi. Dampaknya tidak hanya pada fisik korban, tetapi juga merusak kondisi psikologis hingga menimbulkan trauma mendalam. Dalam konteks hukum di Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hadir sebagai bentuk komitmen negara dalam menangani berbagai bentuk kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual. Namun, implementasi UU tersebut masih menghadapi banyak tantangan, terutama ketika pelaku berasal dari kalangan yang memiliki kekuasaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia dihadapkan pada peningkatan kasus pelecehan seksual yang melibatkan individu-individu berpengaruh, seperti aparat militer, tenaga medis, dosen, hingga pejabat publik. Kasus-kasus ini mencerminkan relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban, serta memperlihatkan sisi lemah sistem hukum dalam memberikan perlindungan yang adil. Fenomena tersebut tidak dapat dipisahkan dari beberapa faktor seperti lemahnya pengawasan internal, budaya perlindungan institusional, dan rendahnya keberpihakan terhadap korban di ranah hukum maupun sosial.
Jika ditinjau secara historis, peningkatan jumlah kasus pelecehan seksual yang melibatkan individu dengan jabatan atau kekuasaan di Indonesia mulai tampak sejak awal tahun 2000. Namun, karena terbatasnya pelaporan dan kuatnya budaya patriarki, banyak kasus yang tidak terungkap ke publik. Sejak tahun 2010, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia menunjukkan tren peningkatan. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan, pada tahun 2015 tercatat 16.217 kasus kekerasan terhadap perempuan. Meskipun data rinci dari beberapa tahun sebelumnya tidak selalu tersedia, namun laporan tahunan mencatat bahwa kekerasan seksual termasuk yang dilakukan oleh individu berkuasa menjadi bentuk kekerasan yang paling dominan. Peningkatan pelaporan dipengaruhi oleh meningkatnya kesadaran publik dan peran media sosial.
Di Indonesia, maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan atau kekuasaan, baik itu aparat militer, tenaga medis, pejabat publik, atau individu yang bekerja dalam institusi berpengaruh, telah menarik perhatian besar dalam beberapa tahun terakhir. Kasus-kasus tersebut membuktikan adanya ketidaksetaraan dalam hubungan kuasa, serta ketidaktegasan dalam penegakan hukum yang dapat memperburuk situasi korban. Berikut beberapa kasus pelecehan seksual oleh orang dengan jabatan atau kekuasaan yang sedang mendapat perhatian publik dan media secara luas, serta data kasus kekerasan seksual.
"Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Ditetapkan Tersangka Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak".
"Anggota TNI AL Diduga Perkosa dan Bunuh Jurnalis Juwita karena Ditolak Menikah".
"Letnan Satu AAP Diduga Lakukan Pelecehan Seksual terhadap Bawahan di Asrama TNI".
"Oknum Perwira TNI Diduga Lakukan Kekerasan Seksual terhadap 7 Prajurit Pria".
"Anggota TNI dan Polisi Diduga Lakukan Pelecehan Seksual terhadap Tim Medis saat Demo di Malang".
"Pemerkosaan oleh Residen Anestesi RSHS Bandung".
"Dokter Obgyn di Garut Diduga Lecehkan Pasien Saat USG".