Mohon tunggu...
MArifin Pelawi
MArifin Pelawi Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa S3

Seorang pembelajar tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Harapan Baru pada Asesmen Baru di Tahun yang Baru

31 Desember 2020   20:24 Diperbarui: 26 April 2021   11:02 13102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harapan baru untuk pendidikan Indonesia lewat Asesmen Nasional. | kompas.com

Mencari tahu apakah arti pendidikan itu sangat sulit. Sulit bukan karena tidak tersedianya arti dari pendidikan itu. Penyebab utamanya adanya kepentingan berbeda dalam memutuskan apa arti pendidikan itu.

Tarik menarik antara kepentingan membuat para penguasa negara yang merupakan politisi lebih sering berusaha populer daripada berusaha buat pendidikan berjalan dengan baik sehingga artinya sering menjadi terlalu sulit untuk dicerna.

Labaree (1997) dalam jurnalnya yang sangat berpengaruh menyatakan keruwetan dalam memutuskan dan ketiadaan keberanian membuat pilihan adalah penyebab makanya pendidikan lebih sering menjadi tidak memiliki arah.

Mari kita selami apa yang diinginkan dalam perencanaan pemerintah:

  • Perluasan akses pendidikan bermutu bagi peserta didik yang berkeadilan dan inklusif.
  • Penguatan mutu dan relevansi pendidikan yang berpusat pada perkembangan peserta didik.
  • Pengembangan potensi peserta didik yang berkarakter.
  • Pelestarian dan pemajuan budaya, bahasa dan sastra serta pengarus-utamaannya dalam pendidikan.
  • Penguatan sistem tata kelola pendidikan dan kebudayaan yang partisipatif, transparan, dan akuntabel

Terlihat sangat megah dan indah semua tujuan itu. Hanya saja, apakah ada di antara kita yang yakin bahwa Kemendikbud mampu mencapai satu saja dari tujuan tersebut? Ada kegamangan di sana. Seakan ingin menggapai bulan dan bintang sekaligus.

Tanpa satu kejelasan atas apa yang ingin dicapai. Jika dilakukan survei kepada masyarakat Indonesia maka hipotesis saya akan menyatakan bahwa tidak akan ada di antara tujuan itu mampu tercapai adalah hasilnya.

Akan ada banyak alasan dari masyarakat untuk menyatakan apa penyebab mengapa itu terjadi. Salah satu yang utama adalah kekurangan pendanaan dan alokasi sumber daya.

Baca Juga: Asesmen Nasional Bukan Pengganti UN, Ini 7 Perbedaannya

Sumber daya pendanaan pendidikan Indonesia sendiri sangat terbatas. Bukan karena pemerintah tidak memberikan maksimal. Bujet untuk pendidikan telah dipuji oleh banyak negara sangat besar, bahkan salah satu yang terbesar di dunia berdasarkan persentase bagian pendidikan atas total dana bujet.

Hanya saja karena memang pendapatan pemerintah sendiri sangat rendah sehingga persentase pendanaan pendidikan atas GDP juga rendah. Nilai pendanaan pemerintah yang sangat rendah itu di tambah keinginan pendidikan gratis selama 9 tahun membuat bujet itu jadi sangat tidak mencukupi.

Berdasarkan survei PISA 2018, kepala sekolah di Indonesia banyak yang melaporkan adanya kekurangan sumber daya guru dan material pengajaran dengan nilai yang jauh lebih besar dibandingkan rata-rata. Ada 64% murid yang berpartisipasi di sekolah yang berkualitas rendah, sangat jauh dia atas rata-rata yang di 34%.

Selain itu di sekolah yang dianggap bermutu baik juga terdapat 31% yang melakukan komplain akan kekurangan staff guru, di mana hanya ada 18% yang kekurangan berdasarkan nilai rata-rata. Hal yang menggambarkan bahwa di Indonesia terdapat kekurangan pendanaan pendidikan yang akut.

Selama ini pengalokasian dana sendiri tidak maksimal menurut saya karena selama ini pemerintah tidak memiliki road map yang jelas. Hanya saja terlihat secercah harapan dengan adanya perubahan pengenalan asesmen nasional.

Asesmen nasional menjanjikan perubahan karena fungsinya sekarang akan benar untuk bahan evaluasi sistem pendidikan bukan menilai yang dididik. Pengenalan sistem asesmen nasional yang akan menilai sistem pendidikan itu tidak  akan membebani guru dengan bermacam hal yang di luar tanggung jawabnya yaitu mendidik anak Indonesia.

Pada sisi ini, harapannya dengan adanya asesmen ini maka para pengelola kebijakan bisa melihat dengan jelas bagaimana para guru diberikan beban terlalu banyak dengan tanggung jawab yang terlalu aneka ragam dan diberikan sumber daya terbatas.

 Asesmen ini bisa menjadi jalan untuk mengurangi beban para guru dan mengalokasikan tujuan yang lebih jelas sesuai dengan sumber daya yang ada. Beban yang terlalu besar dan tujuan yang terlalu banyak dengan dukungan sumber daya minimal yang bisa membuat para guru menjadi burn out terlalu cepat sehingga menjadi apatis bisa dihindarkan.

Baca Juga: Peran Guru dalam Menyukseskan Asesmen Nasional

Perluasan akses pendidikan benar adanya. Kita cukup sukses melakukan ini. Hanya saja jika bilang bermutu maka lain ceritanya. Mutu pendidikan antar sekolah sangat timpang di Indonesia. Yang memperparah bukan kualitas negeri yang paling buruk namun banyak kualitas pendidikan swasta yang sangat rendah. Ada pada satu sisi pendidikan dengan kualitas baik namun dengan harga yang luar biasa. Pada satu sisi lagi adalah pendidikan swasta dengan kualitas juga luar biasa rendah dengan harga yang sangat luar biasa murahnya.

Jika di negara maju, yang dikritisi adalah jenjang antara sekolah negeri dengan swasta maka di Indonesia adalah antara swasta dan swasta. Sekolah negeri sendiri berada di tengah-tengah. Beberapa sekolah negeri di Indonesia sendiri bisa bersaing ketat dan mengalahkan kualitas sekolah swasta top walau dengan pendanaan yang lebih terbatas. 

Hanya pada sekolah swasta murah terjadi perbedaannya yang sangat parah. Keadaan sekolah swasta murah yang sangat mengkhawatirkan terjadi disebabkan adanya penganaktirian dari negara soal alokasi sumber daya dan pengawasan. Ini di perparah lagi dengan keadaan anak-anak yang ada di sekolah ini kebanyakan anak pilihan yang butuh sumber daya besar untuk mendidiknya.

Mereka banyak hanya jadi tempat anak-anak pilihan yaitu dipilih berdasarkan tidak di terimanya di sekolah negeri. Kebijakan yang tidak ada solusi nyata terlihat sampai sekarang. Dengan adanya asesmen nasional diharapkan adanya perhatian terhadap kelemahan di sekolah swasta murah bisa lebih mudah terdeteksi dan menjadi perhatian dari Pemda untuk perbaikan.

Pendataan dengan asesmen nasional yang melihat pada sistem keseluruhan di suatu daerah dengan lebih jelas maka ada road map. Road map yang bisa menunjukkan data sumber daya yang ada dan tujuan yang lebih realistis untuk dicapai dengan kondisi tersebut.

Tanpa adanya road map yang jelas akan adanya peta atas sumber daya yang tersedia maka akan membuat pengejaran seluruh tujuan diusahakan secara bersamaan. Ini akan menjadi beban yang berlebihan pada sekolah dan guru dengan sumber daya yang terbatas. Harus ada pilihan untuk mencapai tujuan mana yang diutamakan.

Hal yang tidak mudah dan butuh dana besar untuk saat bersamaan memajukan kualitas pendidikan secara besar-besaran dengan juga memperhatikan relevansi ditambah secara bersamaan memberikan pengetahuan kebudayaan secara intensif dan penguatan karakter.

Hal ini terjadi karena masing-masing dari tujuan itu membutuhkan adanya praktik bukan saja teori. Praktik secara nyata membutuhkan dana dan sumber daya baik material dan guru yang lebih besar.

Baca Juga: Asesmen Nasional dan Profil Pelajar Pancasila, Sebuah Reformasi Pendidikan Abad 21

Beban untuk melakukan secara bersamaan maka yang terjadi akan membuat lebih banyak pengajaran akan diberikan secara teori tanpa didukung praktik nyata karena terbatasnya sumber daya. Pengejaran semuanya tanpa memedulikan sumber daya yang ada akan membuat setiap tujuan hanya akan setengah matang. Sekolah dan guru akan terlebih dahulu burn out sebagai bahan bakarnya.

Keadaan yang terjadi pendidikan kita tidak pernah sampai di mana pun. Pendidikan hanya selalu berada di persimpangan jika tidak di diperbaiki. Mari berharap semoga asesmen nasional benar seperti dijanjikan sebagai pembentuk road map. Bukan sebagai penambahan beban lagi kepada guru yang sering sudah terlalu lelah. Mari menatap tahun baru bagi pendidikan dengan harapan baru.

Referensi

https://www.kemdikbud.go.id/main/tentang-kemdikbud/visi-dan-misi

Labaree, D.F., 1997. Public goods, private goods: The American struggle over educational goals. American educational research journal, 34(1), pp.39-81.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun