Peran industri pertambangan semakin penting bagi perekonomian negara-negara di dunia termasuk di Indonesia. Dewan Internasional Pertambangan dan Mineral (ICMM) melaporkan baru-baru ini melaporkan bahwa pada 2010 nilai nominal produksi mineral dunia meningkat empat kali dibanding tahun 2002 senilai $474 miliar. Peningkatan ini sebagian besar didorong oleh pertumbuhan yang tinggi dalam perekonomian China, India dan kekuatan ekonomi berkembang lainnya.
Ada 20 negara dengan nilai produksi pertambangan terbesar di dunia yang menguasai 88% produksi mineral dunia dan Indonesia duduk pada urutan ke-11 dengan nilai produksi mineral $12,22 miliar. Posisi 5 teratas adalah Australia ($71,95 M), China ($69,28 M), Brasil ($47,02 M), Chile ($31,27 M), dan Rusia ($28,68 M).
Indonesia dengan nilai produksi mineral $12,22 miliar atau setara dengan Rp109,98 triliun menyumbang 10,6% dari total ekspor barang pada 2010.
Ada 40 negara yang tergantung kepada ekspor non-migas lebih dari 25% ekspor barang negara tersebut. Tiga perempat dari 40 negara tersebut merupakan negara berpenghasilan menengah dan rendah. Banyak dari 40 negara ini memiliki Indeks Pembangunan Manusia yang rendah. Di banyak negara dengan sektor pertambangan seperti Chile, Ghana dan Brasil, pertambangan telah banyak berperan besar dalam pengentasan kemiskinan dan kinerja pembangunan sosial dibanding negara-negara tanpa sektor pertambangan.
Laporan ini menegaskan pandangan bahwa produksi dan penciptaan pendapatan merupakan kekuatan utama dalam pengentasan kemiskinan di mana industri pertambangan memiliki peran penting yang semakin meningkat. Realitas ini telah dipahami dan dicerminkan dalam agenda beberapa perusahaan pertambangan dunia yang bertanggung jawab, namun belum dipahami secara konsisten oleh pemerintah, perusahaan, masyarakat madani dan pemangku kepentingan lain di negara-negara yang memiliki investasi pertambangan yang besar.
ICMM bekerjasama dengan perusahaan konsultan Oxford Policy Management telah melakukan studi kasus di 10 negara untuk mengetahui kontribusi pertambangan terhadap ekonomi makro negara-negara tersebut. Fokus kajian ini adalah melihat kontribusi pertambangan terhadap investasi langsung asing (FDI), investasi dalam negeri, ekspor, penerimaan devisa, pendapatan negara, produk domestik bruto, serta lapangan kerja dan upah.
Hasilnya beragam. Dalam aspek investasi langsung asing, kontribusi pertambangan sangat tinggi, lebih dari setengah dari total FDI tahunan. Pertambangan memberikan kontribusi besar bagi investasi dalam negeri. Pertambangan juga berkontribusi besar bagi ekspor sampai 78% di Tanzania, 66% di Chile dan 19% di Brazil. Pertambangan juga mendatangkan banyak devisa bagi negara terutama pada masa operasi. Penerimaan negara dari pertambangan berbeda-beda di masing-masing negara. Di Tanzania, pertambangan menyumbangkan 8% dari keseluruhan penerimaan negara. Sumbangan pertambangan bagi produk domestik bruto sekitar 2- 4%. Lapangan kerja baru langsung yang tercipta dari pertambangan sekitar 1,5% namun dengan tingkat upah yang lebih tinggi dari rata-rata. Namun penciptaan tenaga kerja tidak langsung (multiplier effect) melalui rantai pasokan, pemasok dll mencapai 3 – 4 orang untuk setiap tenaga kerja langsung.
Provinsi Nusa Tenggara Barat, terutama Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat memiliki potensi yang besar bagi perindustrian pertambangan saat ini maupun di masa mendatang. Dengan potensi mineral yang ada, ke depan Provinsi NTB bisa semakin merasakan kontribusi ekonomi dari industri pertambangan sehingga bisa semakin mendongkrak kesejahteraan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H