Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Baiknya Kembali ke Rel Semula

30 Januari 2021   13:29 Diperbarui: 30 Januari 2021   13:30 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun ini sejak ada pernyataan dari otoritas pemerintah soal tujuh perguruan tinggi di Indonesia terindikasi terpapar radikalisme, membuat para birokrat dan pengurus kampus gusar dan kebakaran jenggot. Saat itu dengan rajin mereka menyatakan bahwa kampus mereka tidak sepert dikatakan badan itu dan menganggap pernyataan itu perlu metodologi lebih lanjut untuk pengkonfirmasi kebenarannya.

Terlepas dari benar atau tidak, intoleransi dan radikalisme diakui atau tidak juga tumbuh di universitas dan perguruan tinggi lainnya. Baik yang berstatus negeri maupun swasta. Meski banyak yang tidak mengakui, namun dalam kenyataannya banyak lulusan perguruan tinggi ataupun staf pengajar itu sendiri terindikasi intoleran bahkan radikal. Kita ingat salah satu pemimpin perguruan tinggi di jawa Tengah secara nyata menjadi pengurus salah satu organisasi agama berbasis radikal yang sekarang dilarang di Indonesia. Seorang dosen ekonomi di Jawa Barat juga menghadapi proses hukum karena terbukti menjadi inisiator pembuatan bom usai pilpres dua tahun lalu. Belum lagi beberapa pelaku bom bunuh diri merupakan aktivis salah satu ekstra kulikuler di perguruan tinggi.

Realita-realita ini membuat bantahan bahwa universitas di Indoensia bersih dari pengaruh intoleransi dan radikalisme patus dipertanyakan bahkan harus dikaji ulang. Ini terbukti dari hasil penelitian dari sebuah universitas di Jawa Timur yang menembukan bahwa sekitar 20 persen mahasiswa mereka sendiri terindikasi intoleransi dan radikalisme. Angka ini nyaris sama dari hasil penelitian satu ke yang lain. Angka ini juga menunjukkan bahwa kita harus mewaspadai kegiatan-kegiatan mahasiswa yangdilakukan di area kampus.

Pengawasan terhadap kegiatan kemahasiswaan memang berbeda dengan pengawasan terhadap sekolah menengah maupun sekolah dasar. Mahasiswa dipercaya sudah memiliki pola logika dan nalar yang cukup baik, sehingga tindakan mereka minimal sudah memiliki alasan. Hanya saja alasan itu yang harus digagas ulang dan mungkin ini adalah tugas dari para staf pengajar yang punya keyakinan teguh terhadap dasar negara Pancasila untuk selalu mengingatkan mereka.

Intoleransi dan radkalisme yang berbasis homegitas dan dominasi satu laum (agama atau adat) sama sekali bukan cerminan dari bangsa Indonesia. Bahkan negara-negara yang secara sejarah punya keterkaitan dengan Islam dan Nabi Muhammmad SAW tidak menjadi kekhilafahan menjadi bentuk negara mereka.

Sehingga adalah menjadi tugas kita bersama untuk membuat segalanya kembali ke rel semula : Pancasila dan UUD 1945.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun