Indonesia Butuh Pemimpin yang Mengedepankan Perdamaian
Siapa pemimpin yang dimaksud? Pemerintah, ulama, guru, atau tokoh masyarakat bisa menjadi pemimpin bagi lingkungannya. Dan seorang pemimpin, apapun latar belakangnya, semestinya tetap mendorong dan mengedepankan perdamaian.
Di tahun politik seperti sekarang ini, tidak sedikit para elit politik, para elit pimpinan, bahkan tokoh masyarakat berusaha memanfaatkan kesempatan, agar tokoh yang mereka dukung dalam pilkada serentak bisa terpilih. Ketika terpilih, harapannya bisa mewujudkan segala kepentingan yang diinginkan. Jika kita melihat pemimpin yang semacam ini, alangkah lebih baik jika ditinggalkan.
Jika kita menemukan pemimpin yang arogan, yang gemar menjelekkan orang lain, mencaci dan menebar kebencian, sebaiknya ditinggalkan saja. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Akhir-akhir ini, kita lihat di media massa dan media online, para elit pimpinan negeri ini saling marah, saling tuduh dan saling cemooh satu dengan yang lain. Dan kondisi ini semakin diperparah ketika masuk ke media sosial. Ironisnya, kondisi ini ada pihak-pihak yang sengajar memperkeruhnya. Tujuannya diperkirakan tidak jauh dari tujuan politik.Â
Karena segala kritikan yang muncul sejauh ini berisi kritkan kepada pemerintah. Bukankah kritikan ini bagus? Betul. Sepanjang kritikan itu sifatnya membangun tentu sangat diharapkan. Tapi jika kritikan itu disusupkan ujaran kebencian dan benar-benar berubah menjadi kebencian, tentu ini yang sangat mengkhawatirkan.
Apa jadinya jika para pemimpin saling membenci dan saling membongkar kebobrokan satu dengan yang lainnya? Bagi masyarakat yang tidak suka dengan pemimpin atau pemerintahan, tentu akan sangat senang. Karena tujuan mereka tidak bisa dilepaskan dari mengganti sistem pemerintahan.
Ketika Ahok dan Djarot kalah dalam pilkada DKI, para pendukung Anies Sandi tentu sangat senang. Karena mereka pasti punya agenda dan kepentingan tersendiri. Hanya saja, apakah kepentingan itu benar-benar untuk masyarakat banyak, atau untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Para pemimpin harusnya bisa memberikan contoh. Para ulama juga harus memberikan pandangan yang menyejukkan, bukan pandangan yang justru membuat marah. Akhir-akhir ini di media sosial juga semakin marak pernyataan orang yang mengaku dirinya ulama, tapi segala perkataan dan perilakunya justru tidak mencerminkan seorang ulama.
Padahal ulama adalah orang yang mengerti ilmu agama dan ilmu lainnya. Bahkan, ulama juga diyakini sebagai perpanjangan tangan dari Nabi. Tentu saja, ucapan dan perilakunya semestinya mengarahkan pada hal-hal positif, yang bisa memberi inspirasi bagi semua orang untuk berlomba berbuat kebaikan.
Mari kita sudahi saling kritik yang menjatuhkan ini. Mari kita sudahi elit pimpinan saling mencaci. Mari kita bangun negeri ini, dengan hati yang lapang, tanpa iri dengki. Para pemimpin harus mempunyai optimisme yang tinggi, meski kondisinya benar-benar susah. Karena pemimpin merupakan contoh, maka segala ucapa dan perilakunya pun juga harus bisa dijadikan panutan.