Mohon tunggu...
Kartika Rasyid
Kartika Rasyid Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Ibu rumah tangga yang menulis untuk memotivasi anak-anaknya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Secuil Kisah tentang Guru

25 November 2020   14:44 Diperbarui: 25 November 2020   14:46 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Tanpa tanda jasa."Pastinya banyak yang tahu kutipan lirik terakhir lagu tersebut. Ya, lagu Hymne Guru yang diciptakan oleh Bapak Sartono. Beliau seorang guru musik dari Madiun. 

Lagu ini mulai dipopulerkan era 80 an. Hymne Guru menjadi sangat terkenal bagi para pelajar pada saat itu. Rasanya  tidak ada siswa yang tidak hapal lagu tersebut. 

Bagi anak-anak milenial, apakah mereka hapal dengan lagu tersebut? Entahlah, saya belum pernah mencoba survey dan saya pun tidak akan membahas soal tersebut.

Disini, pada hari spesial guru hari ini, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih. Begitu banyak guru-guru hebat yang saya temui. Mulai dari ibu kandung yang merupakan guru pertama dalam kehidupan saya. 

Beliau juga seorang guru SD negeri era 60 an dan pensiun di tahun 2000. Kemudian saya mengenal guru yang lain, yaitu dua orang guru mengaji. Keduanya sudah berpulang sejak lama. Setelahnya, ada guru-guru di sekolah formal yang mendidik saya dari jenjang SD hingga perguruan tinggi. 

Selain itu, ada juga guru-guru non formal, yaitu guru les  yang sudah membantu saya hingga dapat menapaki dunia kerja. Suami dan anak-anak juga merupakan guru bagi  saya. Mereka telah mengajarkan kepada saya bagaimana manis pahitnya rumah tangga itu sebenarnya.

Terakhir adalah pengalaman. Ya, pengalaman sepanjang usia saya hingga hari ini yang telah menjadi guru kehidupan dalam setiap langkah yang saya ambil.

berbicara mengenai guru, banyak  hal-hal mengesankan yang saya temui dan dengar. Kisah ibu saya, misalnya. Beliau sering mendapat amanah menjadi wali kelas 1, dimana seluruh siswa-siswinya pada tahun 60 an hingga 70 an belum ada yang bisa baca tulis dan  belum mampu mengurus diri sendiri. Walhasil, selain mengajar baca tulis berhitung, 

Ibu juga harus sabar dan bersedia membantu saat anak didiknya-maaf, ada yang BAB atau BAK di kelas. Suatu waktu Ibu diminta menjadi wali kelas 3. 

Ada seorang siswanya yang belum bisa membaca. Apa yang dilakukan Ibu saya? Beliau tak pernah bosan mengajarkan baca untuk anak tersebut bahkan saat di luar jam belajar. Dalam setiap salat malamnya, Ibu selalu memohon agar dimudahkan baginya untuk mengajarkan  anak tersebut. Dan ... Ibu berhasil. Akhir tahun ajaran, anak itu sudah mampu membaca dengan baik. 

Ada pula kisah saya sendiri saat masih kelas 1 SD. Waktu itu saya belum bisa membaca dengan lancar. Guru saya yang bernama Pak Mimin meminta anak-anaknya maju satu persatu untuk membaca tulisan yang ada di blackboard. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun