Selingkuh. Satu kata, banyak drama. Biasanya, pelakunya laki-laki. Atau, minimal begitu katanya di berita, sinetron, dan acara gosip tengah malam.Â
Tetapi bagaimana kalau kita balik skripnya sedikit? Bagaimana kalau pelakunya perempuan? Apakah ceritanya jadi lebih menyakitkan, lebih "pake hati," atau malah lebih sulit terdeteksi karena lebih rapi?
Yuk kita kupas tuntas. Dengan pisau analisis, bukan pisau dapur.
Berapa Banyak Perempuan Selingkuh?
Data tidak pernah bohong, hanya kadang disensor moral. Menurut General Social Survey (GSS) dan Institute for Family Studies, sekitar 15% perempuan menikah di AS pernah berselingkuh, dibandingkan dengan 20% laki-laki.Â
Sedangkan di Indonesia, data lebih samar karena stigma sosial, tapi dari studi-studi psikologi perkotaan, tren perempuan yang berselingkuh semakin meningkat seiring meningkatnya kemandirian finansial dan sosial.
Jadi, ya, perempuan juga bisa selingkuh. Bukan hanya bisa, tapi memang melakukannya. Hanya saja, mereka biasanya tidak ketahuan.
Kenapa Perempuan Selingkuh? Pakai Hati? Pakai Otak? Atau... Pakai Alasan?
Ada stereotip kuno bahwa perempuan selingkuh karena "sudah nggak tahan secara emosional," sementara laki-laki selingkuh karena "terpeleset napsu." Tapi nyatanya?
* Perempuan juga punya kebutuhan seksual yang tidak terpenuhi.
* Perempuan bisa bosan.
* Perempuan bisa cari validasi.
* Dan perempuan juga bisa selingkuh karena... bisa.