Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hobi Menghujat, Malas Mencari Fakta: Kenapa Netizen Mudah Tergiring Opini?

3 April 2025   20:44 Diperbarui: 3 April 2025   20:44 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pinterest/HannahMyers

Di era digital ini, informasi beredar begitu cepat, tetapi kecepatan itu sering kali tidak diimbangi dengan ketelitian dalam memilah mana yang benar dan mana yang hanya sekadar sensasi. 

Sayangnya, sebagian netizen lebih memilih bereaksi dulu, baru berpikir belakangan. Fenomena ini menciptakan efek bola salju dalam penyebaran hoaks dan perundungan daring.

Efek Domino dari Kemalasan Verifikasi

Orang-orang cenderung mempercayai sesuatu yang selaras dengan keyakinan atau emosi mereka tanpa melakukan pengecekan lebih lanjut. Algoritma media sosial pun memperburuk situasi dengan terus menampilkan konten yang memperkuat opini tersebut, menciptakan efek echo chamber.

Akibatnya, siapapun yang berbeda pendapat atau bahkan bersikap netral bisa menjadi sasaran hujatan massal.

Dalam kasus-kasus viral, sering kali terlihat bagaimana sebuah potongan informasi yang belum tentu benar langsung dianggap fakta mutlak. Netizen berlomba-lomba memberikan komentar pedas, tanpa menyadari bahwa informasi tersebut bisa saja hanya setengah kebenaran atau bahkan hoaks yang disengaja untuk mendulang sensasi.

Mengapa Netizen Mudah Tergiring Opini?

  1. Budaya instan dan malas berpikir
    Di zaman serba cepat ini, netizen ingin segala sesuatunya instan, termasuk dalam mengonsumsi informasi. Membaca judul tanpa membuka isi berita, mempercayai tangkapan layar tanpa mengecek sumbernya, atau sekadar mengikuti arus opini mayoritas sudah menjadi kebiasaan.

  2. Dorongan emosi lebih dominan
    Ketika melihat sesuatu yang memicu kemarahan, kesedihan, atau simpati, orang cenderung bereaksi tanpa berpikir panjang. Reaksi emosional ini diperburuk oleh media sosial yang memberikan ruang untuk merespons secara instan, seperti komentar, likes, atau retweet.

  3. Efek FOMO (Fear of Missing Out)
    Banyak orang takut ketinggalan tren atau pembicaraan viral. Akibatnya, mereka ikut berkomentar dan menyebarkan informasi tanpa mengecek kebenarannya, hanya demi terlihat "up-to-date" dalam percakapan daring.

  4. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun