Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Berisik Bangunin Sahur Karena Mau Eksis?

5 Juni 2018   19:27 Diperbarui: 5 Juni 2018   19:27 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

"Sahur...sahur..sahur...sahur" teriak bocah-bocah lewat samping kamar saya.

Diikuti dengan suara kaleng cat yang dipukul-pukul gak beraturan.

Kaget liat jam dinding, mau nyerapah karena baru dua jam aku tidur.

Gak bisa protes sih, rumahku memang pinggir jalan, begitu juga kamarku di samping jalan setapak dengan rumah tak berpagar.

Jadi siapapun dapat dengan mudah berlalu-lalang memasuki pekarangan rumah kami.

Hiks..padahal aku pengen jam 3 aja, dan santai saja bukan dengan jantung yang berdebar kencang kayak gini.

Anakku sudah bangun dan sanyum-senyum karena antusias di hari pertama puasa.

Muka kusutku cukup sumingah karena minuman hangat sudah disiapkan.

"Tuh bocah-bocah emaknya kemana sih, jam segini dibiarin aja keliaran"komen julitku.

"Udahlah, mereka kan cuma terlalu semangat aja, seminggu lagi juga hilang deh kebiasaan"sahut Ibuku.

Meski aku agak khawatir soal jantungnya.

Masih lama mau makan,karena memang disunahkan makan sahur itu diakhirkan. Kami biasa memulai makan paling cepat pukul setengah empat, meski di akhir-akhir ini lebih sering pukul empat, karena subuh di Palembang setengah lima lewat.

Jadi kami menunggu waktu makan dengan minum minuman hangat.

Tiba-tiba "greeeekkk....ngiiiingggg" suara toa depan masjid terdengar dihidupkan lalu dilanjutkan dengan teriakan "bapak, ibu, kakek, nenek, mamang, bibi, banguuunnnnn...sahurrrrrr".

Hiks.. mau ngomong apa, mereka mungkin gak dengar begitu kerasnya dari dalam masjid. Posisi rumah kami yang tanahnya lebih tinggi  dari masjid, suara toa yang frekuensinya entah berapa itu terdengar lantang banget.

Sudah selesai? Belumlah, lalu terdengar suara cekikikan.

Mataku langsung ke arah anakku "aku gak bakalan ikut-ikutan kayak gitu kok"tiba-tiba anakku buka suara seolah membaca pikiranku.

"Mereka itu cuma senang pegang mic aja,Nda"sambungnya mulai ghibah.

"Waduh..bangunin sahur itu cara eksis gitu?"simpulku cepat.Dia cuma jawab dengan lirikan mata, karena dia sudah sibuk menghidupkan gamenya.

Obrolan 1 ramadan gak penting banget, soal eksistensi generasi.

Eh..tapi ia juga sih, tak terdengar suara anak-anak dari mic masjid tempat anakku mengaji yang berjarak kurang lebih 800 meter dari rumahku.

Boleh jadi karena anak-anak di masjid itu memang diberi kesempatan pegang mic, misal dengan unjuk kemampuan mengaji atau shalawat terutama saat shalat jumat secara bergantian.

Kata anakku, di tempat men9gaji diberi pemahaman juga bahwa dengan mic itu cara syi'ar, jadi jika shalawat dan mengaji harus tepat. Apalagi jika berani gunakan mic. Jadi jika yang suka teriak-teriak berebut mic bukan anak TPA. Seperti itulah kira-kira kesimpulan yang kudapat dari penjelasan anakku.

Bukan bermaksud membandingkan antara kebiasaan masjid satu dengan lainnya.

Meski 2 masjid ini berdekatan, ada beberapa kebiasaan yang berbeda dalam pembinaan jemaah yang masih anak-anak,  tentu pola pembinaan ini akan berpengaruh pada tata pergaulan antar jamaah baik dalam beribadah atau kehidupan sehari-hari.  Termasuk penggunaan  fasilitas masjid terutama pengeras suara.

Tidak bermaksud mengunggulkan satu masjid dengan yang lainnya juga, karena putra saya jemaah di dua masjid tersebut, di masjid tempat ia mengaji, karena di masjid depan rumah hanya ada jadwal mengaji sore hari, sedangkan anakku sekolah di sekolah negeri yang gedungnya sangat sangat terbatas yang menampung peserta didik yang besar. Sehingga anakku meski baru kelas 2 sudah masuk sore.

Di masjid rt sebelah ada jadwal mengaji pagi dan sore, jadi jadwalnya menyesuaikan dengan jadwal sekolah santrinya. Jadi anakku mengaji di masjid RT sebelah, dan shalat jumat. Masjid depan rumah lebih sering untuk shalat magrib dan isya berjamaah, jika bulan ramadan untuk shalat tarawih.

Di masjid tempat anakku mengaji, meski pembinaan tidak sedetail dulu,  tetapi saya merasa mengenai kedisiplinan tampaknya masih dipertahankan (he he saya sering mendapati surat janji anakku untuk tidak lari-larian di masjid).

Ini sangat penting bagi kami, karena masjid terdiri dari 2 lantai, dan TPA di lantai 2, sangat berisiko tinggi jika lari-larian di masjid.

Selain itu menjaga kesantunan, jika di rumah orang saja harus sopan, apalagi di rumah Tuhan.

Makanya saya cuma bisa senyum-senyum jika ada sessi "hukuman" membersihkan masjid bagi anak-anak yang kurang disiplin di masjid, dimana ustadznya juga ikut pembersihan sebagai "hukuman" gagal mendisiplinkan anak-anak di hari itu.

"Jangan larang anak-anak betah di masjid, termasuk mencari pahala dengan bershalawat dan membangunkan sahur"demikian banyak yang berkilah.

Tetapi beranikah kita mengakui, bahwa pembiaran juga akan berbahaya.

Bukankah kunci awal dari agama Islam (As Salam) adalah akidahnya yang diperlihatkan dari kesantunan, dimulai dari generasi anak-anaknya dengan pembinaan dari para orang tua.

"Halah, komen doang, emang sudah lakukan apa buat membina anak-anak itu"mungkin terbersit pemikiran seperti itu.

Saya tentu mencari alasan pembenar untuk itu, pertama saya tidak punya kapasitas dan kompetensi dalam pembinaan anak-anak di kampung secara langsung. Selain itu, saya takut dengan emak mereka, tau sendiri kan power of emak-emak. Pola pikir saya akan dipertanyakan.saya mau jelaskan dari perspektif mana.

Ya...doakan saja saya mampu ikut membina satu titipan dekat saya saja.

"Sahur...sahur...Bibi..mamang... sahur, imsak masih 2 jam lagi" teriak bocah-bocah itu.

Makasih Nak,kehebohan kalian jadi ada waktu buat ngobrol dengan titipan-NYA, dan sempat juga ngobrol sebentar denganNYA, sekaligus mengadu sedikitlah. Menyelipkan doa semoga suatu masa kalian punya potensi agar mumpuni bereksistensi.

Lah..kok saya jadi yakin kebiasaan mereka bangunin sahur itu karena kurang wadah eksistensi aja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun