Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Kepasrahan dan Pemberontakan Dua Wajah Perempuan Jawa: Sri Sumarah dan Bawuk dalam Umar Kayam (Bagian Kesatu)

19 Oktober 2025   18:41 Diperbarui: 19 Oktober 2025   18:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
“Diam bukan berarti kalah; kadang itu cara paling halus untuk bertahan.” (Dok. Goodreads)

Kepasrahan dan Pemberontakan Sunyi Dua Wajah Perempuan Jawa: Sri Sumarah dan Bawuk dalam Umar Kayam (Bagian Kesatu)

“Diam bukan berarti kalah; kadang itu cara paling halus untuk bertahan.”

Oleh Karnita

Pendahuluan

Dalam khazanah sastra Indonesia, karya Umar Kayam melalui buku Sri Sumarah dan Bawuk (Pustaka Jaya, 1975, 126 halaman) menjadi salah satu potret paling lembut tentang perempuan Jawa. Buku ini memuat sepuluh cerpen, di mana tujuh di antaranya bersetting di Amerika—sebuah refleksi halus dari pengalaman sang pengarang yang pernah menempuh pendidikan magister di New York University dan Cornell University, dua universitas ternama di New York.

Dari sepuluh cerpen tersebut, empat di antaranya terasa paling kuat secara tematik dan emosional: “Sri Sumarah”, “Bawuk”, “Istriku, Madame Schiltz, dan Sang Raksasa”, serta “Musim Gugur Kembali di Connecticut”. Masing-masing memotret pergulatan batin manusia modern, baik di tanah Jawa maupun di negeri jauh. Tak heran, cerpen “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” bahkan pernah dinobatkan sebagai cerpen terbaik Majalah Horison tahun 1968, menandai kematangan estetik dan kedalaman psikologis Umar Kayam.

Namun di antara seluruh karyanya, dua nama perempuan—Sri dan Bawuk—menjadi pusat gravitasi moral sekaligus cermin batin perempuan Jawa. Di antara sumarah dan pemberontakan sunyi, keduanya menghadirkan pergulatan yang lembut namun tajam: antara kepatuhan pada tatanan dan keberanian untuk tetap menjadi diri sendiri.

Pada ulasan bagian kesatu, cerpen Sri Sumarah dan Bawuk, bukan sekadar membaca teks budaya, melainkan menafsirkan wajah kemanusiaan yang paling lembut — bagaimana cinta, kesetiaan, dan harga diri bernegosiasi di antara adat dan modernitas.

1. Sri Sumarah: Keteguhan dalam Gelombang Kepasrahan

Tokoh Sri dalam cerpen Sri Sumarah karya Umar Kayam adalah lambang perempuan Jawa yang menjalani hidup dengan kelapangan batin. Ia tunduk pada takdir tanpa kehilangan martabat. Kepasrahannya bukan kelemahan, melainkan bentuk kesadaran spiritual bahwa hidup adalah laku — bukan pertarungan, melainkan penerimaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun