Sepuluh Juta Langkah Wisata, Seribu Harapan Negeri!
“Pariwisata bukan sekadar perjalanan, tapi cara bangsa menata wajahnya di mata dunia.”
Oleh Karnita
Angin Optimisme dari Bali hingga Belitung
Apa kabar negeri kepulauan ini ketika dunia kembali membuka pintunya? Pada 15 Oktober 2025, Kompas.com memuat berita bertajuk “Wisman Tembus 10 Juta per Agustus, Pemerintah Optimistis Lampaui Target 2025” karya Anggara Wikan Prasetya. Kabar ini bukan sekadar data statistik; ia adalah potret kebangkitan sektor pariwisata setelah bertahun-tahun bergulat dengan pandemi dan ketidakpastian global.
Lonjakan wisatawan mancanegara (wisman) hingga 10,04 juta kunjungan menjadi tonggak penting yang menandai bahwa Indonesia kembali diperhitungkan di panggung wisata dunia. Dari Bali yang tak pernah kehilangan pesonanya hingga Raja Ampat yang menebar magis biru lautnya, geliat ekonomi dan budaya mulai berdenyut lebih cepat.
Penulis tertarik mengulasnya bukan hanya karena angka besar itu, melainkan karena ia merepresentasikan daya hidup bangsa. Di tengah upaya menjaga rupiah, menciptakan lapangan kerja, dan merawat alam, pariwisata hadir sebagai cermin—seberapa mampu kita menyeimbangkan kemajuan ekonomi dan kelestarian bumi.
Data yang Bicara: Dari Angka Menuju Asa
Tren positif yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) sejak awal tahun memperlihatkan kerja keras lintas sektor. Dimulai dari 1,16 juta kunjungan pada Januari hingga menembus 1,51 juta pada Agustus, grafiknya terus menanjak. Negara-negara tetangga seperti Malaysia (1,68 juta kunjungan), Australia (1,14 juta), dan Singapura (0,95 juta) menjadi penyumbang terbesar.
Namun, angka-angka ini lebih dari sekadar statistik. Ia menggambarkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia yang terus membenahi infrastruktur, pelayanan, dan keamanan wisata. Pengeluaran rata-rata wisman mencapai Rp19,9 juta per kunjungan, menjadi aliran devisa yang menghidupkan ekonomi daerah.
Jika disimak lebih dalam, lonjakan ini juga mencerminkan kebangkitan psikologis bangsa. Setelah bertahun-tahun terkurung ketidakpastian, masyarakat kini berani bermimpi lagi—dan wisata menjadi wujud nyata dari rasa percaya diri kolektif itu.