Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Awasi Revitalisasi Sekolah, Jaga Standar dan Ketepatan Waktu!

26 September 2025   13:12 Diperbarui: 26 September 2025   13:12 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja konstruksi di SMAN 1 Ciseeng, Jalan Cibeuteung Muara, Desa Putat Nutug, Kabupaten Bogor, Rabu (13/8/2025). (Muhammad Ashari/"PR")***

Awasi Revitalisasi Sekolah, Jaga Standar dan Ketepatan Waktu!

"Pendidikan bermutu lahir dari ruang belajar yang kokoh, aman, dan tepat waktu hadir bagi siswa."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Apakah revitalisasi sekolah benar-benar sudah menjawab kebutuhan nyata pendidikan di Indonesia? Pertanyaan ini muncul setelah Pikiran Rakyat pada 19 September 2025 merilis berita berjudul “15.523 Sekolah Telah Direvitalisasi dengan Anggaran Rp 16,97 Triliun”. Foto pekerja konstruksi di SMAN 1 Ciseeng, Kabupaten Bogor, menggambarkan proses pembangunan yang langsung bersentuhan dengan aktivitas belajar siswa.

Anggaran Rp16,97 triliun jelas jumlah yang besar dan mencetak capaian di luar target, dari 10.440 menjadi 15.523 sekolah. Namun, angka tersebut tidak boleh membuat kita lengah, karena kualitas bangunan dan ketepatan waktu pengerjaan jauh lebih penting dari sekadar kuantitas. Infrastruktur yang terburu-buru bisa menyisakan masalah, bahkan membahayakan keselamatan peserta didik.

Sebagai penulis, saya menilai revitalisasi sekolah harus dikawal lebih ketat, terutama dari sisi pengawasan standar konstruksi dan tenggat waktu penyelesaian. Jangan sampai pembangunan mengorbankan kelancaran pembelajaran hanya karena keterlambatan proyek. Pendidikan anak bangsa terlalu berharga untuk dipertaruhkan pada gedung yang rapuh atau proyek yang molor.

Infrastruktur Pendidikan Harus Sesuai Standar Kualitas

Revitalisasi sekolah adalah proyek jangka panjang yang menentukan keselamatan dan kenyamanan ribuan siswa. Gedung yang dibangun tanpa memperhatikan standar kualitas bisa menjadi bom waktu. Beberapa kasus sekolah ambruk di tahun-tahun sebelumnya seharusnya menjadi peringatan.

Kritiknya, standar mutu sering kali terabaikan karena tekanan waktu atau target serapan anggaran. Padahal, bangunan sekolah seharusnya tahan gempa, aman dari risiko kebakaran, dan nyaman bagi siswa berkebutuhan khusus. Revitalisasi harus menghadirkan ruang belajar yang setara dengan standar nasional maupun global.

Refleksi pentingnya: pemerintah tidak cukup hanya melaporkan jumlah sekolah yang direvitalisasi, tetapi juga memastikan kualitas bangunan terjaga. Transparansi spesifikasi teknis perlu dipublikasikan agar masyarakat tahu apa yang sudah dibangun dengan dana triliunan rupiah.

Atap bangunan SMKN 1 Cileungsi, Kabupaten Bogor, yang roboh pada Rabu (10/9/2025). /Dok. Kemendikdasmen
Atap bangunan SMKN 1 Cileungsi, Kabupaten Bogor, yang roboh pada Rabu (10/9/2025). /Dok. Kemendikdasmen

Jangan Biarkan Pembangunan Molor

Ketepatan waktu menjadi masalah klasik dalam proyek infrastruktur pendidikan. Keterlambatan pengerjaan bisa mengganggu aktivitas belajar siswa, yang terpaksa menumpang di ruang darurat atau belajar bergantian. Kondisi ini justru melemahkan tujuan awal revitalisasi: menciptakan kenyamanan belajar.

Kritik yang perlu ditegaskan adalah lemahnya pengawasan pada kontraktor dan rekanan proyek. Sering kali, alasan cuaca atau kendala teknis dijadikan tameng untuk keterlambatan. Padahal, perencanaan yang matang harus mengantisipasi faktor risiko sejak awal.

Pesannya jelas: setiap proyek revitalisasi harus diawasi agar sesuai dengan jadwal. Pendidikan tidak bisa menunggu, dan anak-anak tidak boleh dirugikan oleh proyek yang molor. Ketepatan waktu adalah bagian dari kualitas layanan publik.

Efek Berganda Perlu Dibaca Lebih Kritis

Tidak dapat dipungkiri, revitalisasi sekolah membawa efek ekonomi bagi daerah. Tenaga kerja lokal terserap, bahan bangunan terjual, dan aktivitas ekonomi bergerak. Namun, jangan sampai efek ekonomi ini menutupi kelemahan dalam pengerjaan. Proyek yang sibuk tapi tidak berkualitas hanyalah ilusi kemajuan.

Masyarakat sering terjebak pada euforia pembangunan fisik tanpa memperhatikan detail pengerjaan. Gedung tampak megah dari luar, tetapi rapuh di dalamnya, tidak akan memberi manfaat jangka panjang. Di sinilah peran pengawasan publik menjadi kunci.

Refleksinya, pembangunan harus memberi efek ganda yang sehat: ekonomi lokal terangkat, dan mutu pendidikan benar-benar meningkat. Tanpa itu, revitalisasi hanya akan menjadi statistik dalam laporan tahunan.

Transparansi dan Akuntabilitas Publik

Transparansi menjadi kunci agar revitalisasi benar-benar berpihak pada siswa. Informasi soal anggaran, standar teknis, dan jadwal proyek perlu diumumkan secara terbuka. Masyarakat berhak tahu sejauh mana dana besar itu digunakan.

Kritik pentingnya: laporan pemerintah cenderung menonjolkan angka dan keberhasilan, tetapi jarang membahas kendala di lapangan. Padahal, kendala itulah yang sering merugikan siswa. Dengan akuntabilitas yang kuat, setiap pihak akan terdorong untuk bekerja lebih profesional.

Refleksi terakhir: revitalisasi harus dipandang sebagai amanah, bukan sekadar proyek. Amanah itu menuntut kejujuran, keterbukaan, dan tanggung jawab agar pendidikan tidak menjadi korban.

Masyarakat Sebagai Pengawal Kritis

Renovasi atap SMPN 1 Purbalingga, Jateng yang mendapatkan dana dari program revitalisasi sekolah Foto: Devita Savitri/detik
Renovasi atap SMPN 1 Purbalingga, Jateng yang mendapatkan dana dari program revitalisasi sekolah Foto: Devita Savitri/detik

Revitalisasi sekolah bukan hanya urusan pemerintah, tetapi juga urusan masyarakat. Guru, orang tua, dan siswa perlu ikut mengawasi agar kualitas dan waktu pengerjaan terjamin. Sekolah adalah ruang publik, sehingga publik berhak menjaga dan mengawal proses pembangunannya.

Kritiknya, partisipasi masyarakat sering dianggap hanya sebatas seremonial peresmian. Padahal, keterlibatan sejak proses pengawasan akan memberi dampak jauh lebih besar. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya menerima hasil, tetapi juga turut memastikan proses berjalan sehat.

Pesannya jelas,  revitalisasi sekolah adalah tanggung jawab kolektif. Semua pihak perlu memastikan agar sekolah benar-benar menjadi rumah aman dan nyaman bagi anak-anak.

Penutup

Revitalisasi sekolah dengan anggaran Rp16,97 triliun patut diapresiasi, tetapi juga wajib diawasi dengan kritis. Standar bangunan harus dijaga, dan proyek tidak boleh molor hingga mengganggu aktivitas belajar. Pendidikan anak bangsa bukan proyek percobaan, melainkan investasi yang menuntut keseriusan penuh.

Sebagaimana ungkapan bijak, “Bangunan bisa berdiri megah, tetapi pendidikan akan runtuh bila tidak dilandasi tanggung jawab.” Mari kita kawal bersama agar revitalisasi sekolah benar-benar menjadi warisan berharga bagi generasi masa depan.

Disclaimer: Artikel ini adalah opini penulis berdasarkan pemberitaan di media arus utama.

Daftar Pustaka

  1. Pikiran Rakyat. (2025, 19 September). 15.523 Sekolah Telah Direvitalisasi dengan Anggaran Rp 16,97 Triliun. https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-019658440/15523-sekolah-telah-direvitalisasi-dengan-anggaran-rp-1697-triliun?page=all

  2. Kompas. (2025, 20 September). Pendidikan Bermutu Butuh Sinergi Infrastruktur dan Kualitas Guru. https://www.kompas.com

  3. CNN Indonesia. (2025, 18 September). Revitalisasi Sekolah Jadi Prioritas Anggaran Pendidikan. https://www.cnnindonesia.com

  4. Tempo. (2025, 21 September). Dampak Ekonomi Program Pembangunan Pendidikan. https://www.tempo.co

  5. Kemendikbudristek. (2025). Laporan Program Prioritas Pendidikan 2025. https://www.kemdikbud.go.id

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun