Ah, Sayang Sekali, Benfica Tak Bisa Memanfaatkan Momentum Kemenangan di Depan Mata!
"Sepak bola bukan hanya soal angka di papan statistik, tetapi juga tentang detik-detik yang menentukan arah emosi ribuan penonton."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Apa yang lebih menyesakkan daripada kemenangan yang sudah di depan mata lalu sirna di menit akhir? Pertanyaan itu layak diajukan ketika Benfica ditahan imbang 1–1 oleh Rio Ave di Estádio da Luz. Sorak-sorai yang membahana setelah gol Georgiy Sudakov di menit ke-86, seketika berubah menjadi sunyi penuh kecewa begitu André Luiz membalas di masa tambahan waktu.
Padahal, sebelumnya Benfica sedang dalam tren positif. Fans menyambut laga ini dengan keyakinan penuh, apalagi dengan kedatangan José Mourinho sebagai pelatih baru. Ekspektasi membubung: “The Special One” diyakini bisa mengembalikan DNA juara klub merah Lisbon. Namun, debut awal justru memberi kenyataan bahwa dominasi permainan tidak otomatis berarti kemenangan.
Statistik berbicara lantang: 70% penguasaan bola, 19 tembakan, 11 kali tendangan sudut—semua milik Benfica. Sementara Rio Ave hanya punya 4 tembakan sepanjang laga. Tapi angka-angka itu tak sanggup menutupi luka: kehilangan dua poin berharga di depan mata sendiri.
Dominasi yang Membius, Finishing yang Rapuh
Sejak peluit awal, Benfica mendikte laga. Gelombang serangan bergulir melalui sayap, dan setiap kombinasi umpan disambut gemuruh tribun. Namun, dominasi ini seperti pisau tumpul: menusuk pertahanan lawan tapi gagal menuntaskan.
Sudakov menjadi satu-satunya penolong, mengeksekusi dengan tenang ketika peluang matang akhirnya datang di penghujung laga. Fans pun berdiri, beberapa sudah bersorak seakan kemenangan pasti. Namun, kelemahan finishing membuat Benfica tidak bisa “membunuh pertandingan”.