Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stop Strobo Ilegal! Jalan Ini Bukan Milik Kakek-Nenekmu!

20 September 2025   04:51 Diperbarui: 20 September 2025   04:51 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lampu rotator sirene kendaraan (policefoundation.org)

Stop Strobo Ilegal! Jalan Ini Bukan Milik Kakek-Nenekmu!

“Jalan raya adalah ruang bersama, bukan arena hak istimewa.”

Oleh Karnita

Pendahuluan

“Pernahkah Anda kesal harus menepi tiba-tiba karena sirene mobil lain? Fenomena ini kembali viral di media sosial. Gerakan ‘Stop Tot Tot Wuk Wuk’ lahir sebagai protes publik terhadap arogansi pengguna strobo ilegal yang meresahkan jalan raya. Keresahan ini menegaskan bahwa ruang publik seharusnya adil dan aman bagi semua pengendara.”

Mengapa fenomena ini penting untuk diperhatikan sekarang? Sebagai pengendara dan warga kota, kita terpapar langsung oleh perilaku agresif ini setiap hari. Kejadian ini relevan dengan urgensi keselamatan lalu lintas dan kesadaran kolektif dalam menghargai hak bersama di jalan raya.

Ketertarikan penulis pada isu ini muncul dari keresahan yang sama dengan masyarakat luas. Bagaimana hukum dan aturan tertulis tidak selalu menjamin disiplin di jalan, sehingga masyarakat merasa perlu mengekspresikan protes melalui gerakan simbolis. Isu ini relevan dengan konteks saat ini, ketika semakin banyak kendaraan pribadi dan pejabat menyalakan strobo tanpa hak, memicu rasa ketidakadilan di ruang publik.

1. Maraknya Sirene dan Strobo Ilegal

Fenomena strobo dan sirene yang digunakan sembarangan kini menjadi keluhan rutin masyarakat. Sony Susmana, pendiri Safety Defensive Consultant Indonesia, menyebut hal ini sebagai cerminan perilaku arogan yang meresahkan pengguna jalan lain. “Orang yang pakai lampu itu merasa harus diprioritaskan, menganggap pengguna jalan lain wajib minggir,” ujar Sony. Perilaku ini berpotensi memicu konflik dan menurunkan rasa aman di jalan raya.

Kendaraan pejabat maupun mobil pribadi kerap menyalakan strobo meski sedang tidak bertugas. Hal ini menimbulkan persepsi publik bahwa aparat negara gagal menegakkan aturan. Akibatnya, masyarakat mengambil langkah simbolis melalui gerakan protes, seperti menempel stiker dan menolak memberi jalan. Fenomena ini bukan sekadar masalah lalu lintas, tetapi juga isu etika dan tanggung jawab publik.

Lampu strobo yang dipasang di dasbor mobil menghadap ke depan.(olxro-ring12.akamaized.net) 
Lampu strobo yang dipasang di dasbor mobil menghadap ke depan.(olxro-ring12.akamaized.net) 

Gerakan publik yang muncul kini mendapatkan dukungan luas di media sosial. Dari unggahan viral hingga stiker di kendaraan, pesan yang sama disampaikan: strobo hanya untuk kepentingan tertentu. Solidaritas ini menunjukkan bahwa kesadaran kolektif bisa tumbuh meski aturan formal tidak selalu ditegakkan. Masyarakat berharap tindakan nyata aparat akan segera mengikuti gerakan simbolis ini.

2. Aturan Hukum yang Jelas, Namun Sering Diabaikan

UU Nomor 22 Tahun 2009 menegaskan lampu isyarat dan sirene hanya boleh dipasang untuk kepentingan tertentu. Polisi, pemadam kebakaran, ambulans, dan iring-iringan jenazah memiliki hak prioritas yang sah di jalan. Kendaraan pejabat atau tamu negara hanya boleh menyalakan strobo saat dikawal resmi. Aturan ini seharusnya memastikan keselamatan dan keteraturan, tetapi sering diabaikan.

Kesenjangan antara aturan tertulis dan praktik di lapangan menimbulkan frustrasi publik. Banyak pengguna jalan yang merasa diabaikan, sehingga mereka terpaksa melakukan perlawanan simbolis. Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” menjadi media bagi masyarakat mengekspresikan ketidakpuasan. Ini menunjukkan perlunya penegakan hukum yang konsisten dan transparan.

Selain itu, kekeliruan persepsi tentang hak istimewa mengaburkan batasan penggunaan strobo. Beberapa pihak menganggap lampu strobo sebagai simbol status atau pengaruh. Pandangan ini bertentangan dengan prinsip keselamatan dan hak publik yang setara. Kesadaran hukum yang rendah menjadi tantangan utama dalam menegakkan disiplin berlalu lintas.

3. Dampak Sosial dan Psikologis di Ruang Publik

Penggunaan strobo ilegal tidak hanya berdampak pada kelancaran lalu lintas, tetapi juga menimbulkan tekanan psikologis. Pengendara yang terpaksa menepi merasa terintimidasi dan frustrasi. Hal ini dapat memicu agresi balik dan konflik verbal di jalan raya. Masyarakat mulai kehilangan rasa aman dan percaya bahwa jalan raya adalah ruang kolektif.

Fenomena ini juga menimbulkan ketidakadilan sosial terselubung. Mobil pelat merah dan pejabat mendapat prioritas yang tidak pantas, sementara masyarakat umum harus menunggu. Ketimpangan ini memperkuat persepsi bahwa hukum hanya berlaku untuk sebagian pihak. Gerakan publik kini berfungsi sebagai bentuk kritik terhadap ketidakadilan tersebut.

Di sisi lain, gerakan sosial ini memberikan efek edukatif bagi masyarakat. Publik belajar untuk mengawasi, mengedukasi, dan menegur perilaku ilegal secara simbolis. Solidaritas dalam bentuk stiker atau unggahan media sosial menunjukkan kreativitas dan kesadaran kolektif. Ini menandai awal dari pergeseran budaya berlalu lintas yang lebih bertanggung jawab.

Viral video rombongan klub mobil gunakan lampu strobo dan sirene. Simak, ini aturan dan sanksinya(screenshoot) 
Viral video rombongan klub mobil gunakan lampu strobo dan sirene. Simak, ini aturan dan sanksinya(screenshoot) 

4. Peran Aparat dan Harapan Penegakan Hukum

Keberhasilan gerakan ini sangat bergantung pada respon aparat. Publik menilai polisi belum melakukan tindakan tegas terhadap penggunaan strobo ilegal. Sony Susmana menegaskan, penertiban nyata sangat diperlukan agar gerakan ini tidak sekadar simbol. Aparat memiliki peran strategis untuk menegakkan aturan sekaligus membangun kepercayaan masyarakat.

Penegakan hukum yang konsisten akan mengurangi konflik di jalan raya. Aparat dapat memulai dengan patroli intensif dan sanksi yang jelas bagi pelanggar. Kolaborasi antara aparat dan masyarakat juga dapat menciptakan efek jera. Dengan demikian, gerakan publik bisa berubah dari simbol protes menjadi perubahan nyata.

Harapan masyarakat kini terfokus pada aksi aparat yang nyata dan berkelanjutan. Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” menjadi cermin aspirasi rakyat untuk keselamatan bersama. Penegakan hukum yang adil tidak hanya melindungi masyarakat, tetapi juga memulihkan kredibilitas institusi. Kesadaran kolektif dan penegakan hukum berjalan beriringan.

5. Refleksi dan Pesan Kolektif

Fenomena ini mengajarkan pentingnya empati di jalan raya. Semua pengguna jalan memiliki hak yang sama, sehingga prioritas hanya untuk keadaan darurat. Pengendara yang sadar hukum akan menolak sikap arogan dan menegakkan aturan etika. Solidaritas publik melalui gerakan simbolis menjadi pengingat moral bagi semua pihak.

Pesan yang muncul dari gerakan ini juga menekankan tanggung jawab pejabat publik. Mereka dibayar oleh rakyat, sehingga seharusnya memberikan contoh etika berlalu lintas. Masyarakat berharap perilaku arogansi di jalan dapat dihapus melalui pendidikan dan penegakan hukum. Gerakan ini menandai kesadaran baru akan pentingnya ruang publik yang adil.

Gerakan publik ini bukan sekadar protes, tetapi panggilan untuk kebijakan dan tindakan nyata. Kepatuhan pada aturan berlalu lintas mencerminkan kedewasaan masyarakat dan integritas aparat. Dengan kesadaran kolektif, keselamatan dan keadilan di jalan raya dapat diwujudkan. Pesan moral ini penting untuk diteruskan ke generasi berikutnya.

Penutup

Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” menunjukkan bahwa masyarakat tidak pasif menghadapi ketidakadilan di jalan. “Jalan raya adalah ruang bersama, bukan arena hak istimewa,” demikian pesan moral yang dapat dipetik dari fenomena ini. Kesadaran kolektif dan penegakan hukum yang konsisten menjadi kunci perubahan nyata. Semoga langkah simbolis ini memicu aksi aparat yang nyata dan berkelanjutan.

Masyarakat telah menyuarakan ketidakpuasan mereka dengan cara kreatif dan elegan. “Etika berlalu lintas bukan hanya soal aturan, tetapi soal tanggung jawab bersama.” Gerakan ini menjadi cermin aspirasi publik untuk ruang publik yang adil dan aman. Masa depan jalan raya akan lebih baik jika kesadaran ini dijaga bersama. Wallahu a'lam

Disclaimer: 

Artikel ini bertujuan sebagai analisis fenomena sosial dan hukum, bukan menuding pihak tertentu secara pribadi.

Daftar Pustaka

  1. Kurniawan, R., & Kurniawan, A. (2025, September 19). Gerakan Publik Lawan Sirene dan Strobo Mulai Marak di Jalan. Kompas.com. https://otomotif.kompas.com/read/2025/09/19/100200015/gerakan-publik-lawan-sirene-dan-strobo-mulai-marak-di-jalan
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38616/uu-no-22-tahun-2009
  3. Sony Susmana. (2025). Safety Defensive Consultant Indonesia. Wawancara di Kompas.com.
  4. Police Foundation. (2025). Illustrasi lampu rotator sirene kendaraan. https://www.policefoundation.org/rotator-lights
  5. OLXro-ring12.akamaized.net. (2025). Lampu strobo yang dipasang di dasbor mobil. https://olxro-ring12.akamaized.net/strobo-dash

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun