4. Belajar dari Luka, Mencegah Bencana Serupa
Setiap tragedi menyisakan pelajaran yang harus diambil. Ciomas memperingatkan kita bahwa keselamatan publik tidak bisa ditawar. Jamaah berhak mendapat rasa aman, baik saat beribadah maupun mengikuti kegiatan sosial di ruang publik. Dari sini, penting membangun budaya kritis terhadap kelayakan bangunan yang digunakan.
Masyarakat perlu berani menanyakan: apakah bangunan ini kuat menahan beban? Apakah ada izin resmi dan pemeriksaan teknis? Sikap kritis bukan berarti melawan, melainkan bentuk kasih sayang pada sesama. Dengan begitu, bencana dapat dicegah sebelum menelan korban jiwa.
Kita juga perlu membangun solidaritas yang lebih cerdas. Gotong royong dalam membangun fasilitas harus diimbangi dengan pemahaman teknis. Keselamatan jamaah bukan sekadar urusan doa, tetapi juga tanggung jawab kita untuk memastikan bahwa setiap tiang, lantai, dan dinding berdiri kokoh.
5. Spirit Iman dan Kemanusiaan
Di balik duka, terselip kekuatan iman dan ketabahan yang luar biasa. Banyak jamaah masih melantunkan doa meski tubuh mereka dipenuhi luka. Para tenaga medis pun bekerja siang malam untuk menyelamatkan korban, seakan menegaskan bahwa kemanusiaan tidak pernah runtuh meski bangunan roboh. Di sinilah iman bertemu dengan aksi nyata.
Tragedi Ciomas juga memperlihatkan bahwa kasih sayang menjadi energi utama dalam menghadapi musibah. Keluarga korban, relawan, hingga tetangga sekitar bahu-membahu saling menguatkan. Air mata yang tumpah bukan tanda kelemahan, melainkan bahasa cinta yang mengikat sesama. Musibah justru menyingkapkan wajah solidaritas yang tulus.
Dari sini, lahir kesadaran baru bahwa iman sejati bukan hanya diukur dari doa, tetapi juga kepedulian. Ketika satu orang terluka, sejatinya kita semua ikut merasakan sakitnya. "Keselamatan orang lain adalah doa kita yang paling nyata," kata seorang ulama muda yang ikut membantu evakuasi. Kalimat ini layak direnungkan.
Penutup
Peristiwa ambruknya Majelis Taklim Ashobiyyah di Ciomas bukan sekadar berita tragis, melainkan peringatan bagi kita semua. Di balik runtuhnya beton dan baja, terdapat rapuhnya sistem pengawasan yang seharusnya menjaga keselamatan publik. Dari tragedi ini, kita diingatkan bahwa ibadah dan keamanan adalah dua hal yang tak boleh dipisahkan.