Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Belajar dari Pesantren Mandiri: Pangan, Pikiran, dan Tindakan

19 Agustus 2025   16:59 Diperbarui: 20 Agustus 2025   14:29 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemandirian pangan pesantren juga melibatkan masyarakat sekitar. Dari pekerja hidroponik hingga mitra petani, pesantren membuka ruang kolaborasi yang inklusif. Dengan begitu, pesantren tidak berjalan sendiri, melainkan tumbuh bersama lingkungannya.

Pesan penting dari pola ini adalah gotong royong. Kritiknya, banyak program pemberdayaan selama ini gagal karena minim pelibatan masyarakat lokal. Pesantren menunjukkan bahwa pemberdayaan sejati lahir dari kerja bersama, bukan instruksi sepihak.

Refleksinya, pesantren bisa menjadi jangkar sosial-ekonomi daerah. Dari sekadar lembaga pendidikan, pesantren naik kelas menjadi motor ekonomi rakyat. Model ini layak ditiru agar pesantren benar-benar menjadi pusat kehidupan masyarakat, bukan menara gading yang terpisah dari realitas.

Dukungan Negara dan Tantangannya

Direktorat Pesantren Kemenag telah meluncurkan program Kampung Kemandirian Pesantren. Namun, dukungan masih terbatas, terutama dari sisi modal dan manajemen usaha. Padahal, potensi 42 ribu pesantren di Indonesia sangat besar untuk menopang program ketahanan pangan nasional.

Pesannya jelas: negara perlu menempatkan pesantren sebagai mitra strategis, bukan sekadar penerima bantuan. Kritiknya, bantuan modal tanpa penguatan manajemen hanya akan berhenti di angka. Diperlukan pendampingan, jaringan pasar, hingga akses perbankan syariah agar pesantren bisa naik kelas.

Refleksinya, jika pesantren didukung dengan serius, mereka bukan hanya penyedia pangan internal, tapi juga pemasok bagi masyarakat luas. Dari situ, cita-cita kedaulatan pangan nasional bisa terwujud dengan lebih nyata. Pesantren adalah potensi sosial-ekonomi yang tidak boleh disia-siakan.

Penutup

Kemandirian pangan dari pesantren bukan sekadar cerita tentang hidroponik di Depok. Ia adalah cermin bahwa pendidikan, dakwah, dan kedaulatan ekonomi bisa berjalan beriringan. Pesantren menjadi benteng moral, pusat pendidikan, sekaligus inkubator kemandirian umat.

KH Cholil Nafis pernah berkata, “Orang yang tak merdeka makannya, tak merdeka pula pikirannya.” Kalimat ini menegaskan bahwa pangan bukan sekadar perut kenyang, melainkan fondasi kebebasan berpikir dan bertindak. Pesantren sudah membuktikannya; kini tinggal bagaimana negara dan masyarakat memperluas inspirasi ini. Wallahu a'lam

Disclaimer:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun