Mencegah Bangsa Gagal dengan Menghentikan Bahaya Net Outflow
“Kebocoran kekayaan negara bukan sekadar angka, melainkan ancaman eksistensi bangsa yang harus segera dihentikan.”
Oleh Karnita
Pendahuluan
Pada Jumat, 15 Agustus 2025, MerahPutih.com memuat tajuk “Prabowo Peringatkan Bahaya Net Outflow, Indonesia Berpotensi Jadi Negara Gagal.” Berita ini menyoroti pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD di Senayan, Jakarta. Gambaran situasi itu menghadirkan nuansa serius, seperti tubuh yang kehabisan darah, yang diibaratkan Presiden sebagai kondisi bangsa ketika kekayaan terus mengalir ke luar negeri.
Isu kebocoran kekayaan negara bukanlah fenomena baru, tetapi urgensinya semakin tinggi ketika disampaikan langsung oleh Kepala Negara di forum kenegaraan. Net outflow menjadi ancaman besar bagi fondasi ekonomi, stabilitas politik, dan kedaulatan nasional. Hal ini relevan dalam konteks globalisasi, di mana arus modal begitu cepat berpindah dari satu negara ke negara lain.
Penulis tertarik mengangkat isu ini karena menyentuh hakikat keberlangsungan negara. Jika kebocoran dibiarkan, maka cita-cita kemerdekaan—bebas dari kemiskinan dan kelaparan—akan semakin jauh. Artikel ini berupaya mengulas pesan, kritik, serta refleksi yang terkandung dalam
Net Outflow dan Risiko Negara Gagal
Fenomena net outflow bukan hanya soal uang yang hilang, melainkan tentang hilangnya kedaulatan ekonomi. Presiden Prabowo menekankan bahwa kondisi ini ibarat darah yang mengalir keluar tubuh hingga akhirnya menyebabkan kematian. Analogi ini menggambarkan betapa fatal dampaknya jika kebocoran kekayaan negara terus terjadi.
Pesan yang terkandung cukup jelas: bangsa ini harus fokus pada solusi, bukan saling menyalahkan. Kritik halus diarahkan pada praktik lama yang terlalu sering mengedepankan perdebatan politik ketimbang solusi nyata. Refleksi yang dapat ditarik, bangsa Indonesia tidak boleh lagi terjebak dalam siklus polemik tanpa aksi konkret.