Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Kisah Kampung KB Kokolaka dan Bukti Nyata Kekuatan dari Akar Rumput

26 Juli 2025   08:47 Diperbarui: 26 Juli 2025   08:47 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bukan Sekadar Nol Persen, Tapi Tentang Generasi yang Tak Tergadai oleh Malnutrisi"
Kisah Kampung KB Kokolaka dan Bukti Nyata Kekuatan dari Akar Rumput

Oleh Karnita

Pendahuluan: Akar Rumput dan Asa Kesejahteraan
Pagi yang rimbun di Kelurahan Jatirejo, Gunungpati, Kota Semarang, terasa istimewa pada 26 Juli 2025 ketika Pikiran Rakyat menerbitkan laporan berjudul "Kampung KB Kokolaka Jatirejo Zero Stunting, Buktikan Program dari 'Akar Rumput' Ampuh Bangkitkan Kesejahteraan". Dalam liputan yang ditulis Vidia Elfa Safhira, pembaca diajak menyusuri kisah sukses sebuah kampung yang mengalahkan tantangan stunting melalui pendekatan komunitas, ketekunan, dan sinergi antarsektor. Tak hanya sebuah catatan keberhasilan statistik, kisah ini menjadi simbol kekuatan kolektif dalam membentuk masa depan bangsa yang lebih sehat.

Ketertarikan penulis terhadap topik ini berangkat dari keberanian Kampung KB Kokolaka untuk membalik narasi. Di tengah kesenjangan wilayah dan berbagai tantangan struktural dalam menurunkan angka stunting secara nasional---yang masih 19,8% per 2024---kampung ini hadir dengan capaian zero stunting. Sebuah prestasi yang bukan semata karena intervensi pusat, melainkan dari sinergi akar rumput yang jarang mendapat panggung utama. Apa yang dilakukan warga Jatirejo menyiratkan bahwa solusi lokal yang dimiliki warga sendiri bisa lebih efektif dibandingkan pendekatan top-down yang generik.

Relevansi kisah ini terasa semakin kuat saat target RPJMN 2024 tentang prevalensi stunting 14% tampak kian menantang. Dalam konteks itulah Kampung KB Kokolaka menjelma bukan hanya sebagai "percontohan", tetapi juga sebagai ruang refleksi untuk menakar kembali arah kebijakan publik, relevansi pendekatan komunitas, serta urgensi pemberdayaan lintas lapisan dalam pembangunan manusia. Artikel ini menggali lima pelajaran utama dari kisah tersebut---yang melampaui narasi program dan menyentuh ranah budaya, kesehatan, dan keadilan sosial.

1. Dashat dan Dapur yang Mendidik: Nutrisi sebagai Wacana Komunitas

Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) bukan sekadar program distribusi makanan bergizi, tetapi juga wahana pendidikan. Di Kampung KB Kokolaka, ibu-ibu tidak sekadar menerima bantuan bahan pangan, tetapi juga mendapatkan edukasi tentang gizi seimbang. Di sinilah letak keberhasilan program: ia tak berhenti di dapur, tetapi menyusup ke kesadaran.

Pendekatan ini menyadarkan kita bahwa problem stunting tidak bisa diselesaikan hanya dengan suplai gizi jangka pendek. Yang dibutuhkan adalah transformasi kebiasaan, dari pola makan hingga pola pikir. Ketika masyarakat mulai memahami hubungan antara gizi dan kualitas hidup anak mereka, maka intervensi tidak lagi menjadi sekadar instruksi pemerintah, melainkan kebutuhan yang tumbuh dari kesadaran warga.

Sayangnya, banyak program serupa di tempat lain masih terjebak pada pendekatan charity. Kokolaka membuktikan bahwa warga bukan objek pasif melainkan subjek aktif pembangunan. Di sinilah letak bedanya: edukasi menyertai bantuan, bukan sebaliknya.

2. Rumah Data dan Ketahanan Informasi: Akurasi yang Menggerakkan

"Bukan Sekadar Nol Persen, Tapi Tentang Generasi yang Tak Tergadai oleh Malnutrisi"  (Dok. PRMN)

Kunci keberhasilan Kampung KB Kokolaka juga terletak pada kehadiran Rumah Data Kependudukan (RDK). Ini bukan sekadar tempat menyimpan angka, tetapi pusat pengambilan keputusan komunitas berbasis data. Pendekatan ini krusial karena banyak daerah masih bekerja dalam kabut statistik yang tak diperbarui atau tidak akurat.

Ketua RDK, Dwi Sayekti Kadarini, menegaskan bahwa pembinaan dan pendampingan yang mereka lakukan berbasis pada data real-time yang menyasar keluarga dengan anak rawan stunting. Pendekatan ini memungkinkan intervensi tepat sasaran, bukan sekadar imbauan massal yang sering tidak menyentuh kelompok yang paling rentan.

Dalam konteks ini, RDK menjadi bukti bahwa literasi data di tingkat komunitas bukanlah kemewahan, melainkan kebutuhan. Ketika informasi dipahami dan dimiliki oleh warga, maka kontrol terhadap masa depan mereka pun semakin nyata. Ini seharusnya menjadi rujukan bagi kebijakan nasional yang ingin memberdayakan desa, bukan sekadar mengarahkan dari pusat.

3. Urban Farming dan Pembalikan Stigma: Bertani di Tengah Kota

Stigma bahwa pertanian tak relevan di wilayah urban dipatahkan oleh praktik urban farming di Kokolaka. Taman Tanaman Obat Keluarga (Toga) yang dikembangkan warga tidak hanya memperkuat ketahanan pangan keluarga, tapi juga menumbuhkan kesadaran ekologis dan kesehatan.

Langkah ini menandakan pentingnya inovasi lokal dalam menyiasati keterbatasan ruang dan sumber daya. Di tengah kota yang padat, warga menciptakan sumber pangan mandiri yang langsung menyasar kebutuhan nutrisi. Bukan hanya simbolis, tapi benar-benar fungsional.

Kebijakan nasional perlu menangkap pesan ini. Ketahanan pangan bukan hanya soal gudang beras atau lumbung desa, melainkan kemandirian rumah tangga dalam mengakses pangan sehat. Urban farming bisa menjadi pilar baru dalam program penurunan stunting, terutama di wilayah perkotaan dengan tingkat kerentanan tinggi.

4. Pendampingan Calon Pengantin: Intervensi Sejak Sebelum Kehamilan

Kampung KB Kokolaka juga menekankan pentingnya edukasi dan pendampingan sejak sebelum kehamilan. Calon pengantin, ibu hamil, dan ibu menyusui mendapat pendampingan intensif agar mereka memiliki kesiapan gizi dan pola hidup sehat sejak dini.

Pendekatan ini merupakan shift penting dari strategi reaktif menjadi preventif. Bukannya menunggu anak lahir dan menunjukkan gejala stunting, kampung ini justru menyasar titik paling awal: calon orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa stunting bukan sekadar soal bayi, tetapi sistem sosial dan budaya di sekitarnya.

Namun masih banyak daerah yang belum memiliki sistem pendampingan semacam ini. Kokolaka seolah memberi teguran bahwa investasi besar dalam pembangunan SDM harus dimulai bahkan sebelum seorang anak dilahirkan---yakni dengan menyiapkan generasi calon ibu dan ayah yang sehat, sadar, dan siap.

5. Sinergi Bukan Slogan: Bukti Nyata Kolaborasi Multiaktor

Studi Tiru di Kampung KB Kokolaka, Jatirejo (Dok. Kelurahan Jatirejo)
Studi Tiru di Kampung KB Kokolaka, Jatirejo (Dok. Kelurahan Jatirejo)

Apa yang membuat Kokolaka berhasil bukan semata inovasi lokal, tapi juga sinergi vertikal-horisontal. Pemerintah pusat, BKKBN, pemerintah daerah, tenaga kesehatan, hingga TNI dan organisasi masyarakat semua turut ambil bagian. Namun peran masyarakat tetap jadi episentrum.

Ini menunjukkan bahwa sinergi bukan sekadar jargon laporan tahunan. Di Jatirejo, sinergi hidup dan bekerja. Kolaborasi itu konkret: berupa sembako, pelatihan, data, tenaga, dan komitmen bersama. Semangat ini patut dijadikan cetak biru replikasi program di daerah lain---bukan hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari cara membangun kepemimpinan komunitas.

Keberhasilan ini juga menjadi kritik bagi program nasional yang kerap menyeragamkan pendekatan. Padahal setiap daerah punya modal sosial dan kebutuhan spesifik. Yang diperlukan adalah kerangka fleksibel yang membuka ruang adaptasi, bukan instruksi kaku yang menghambat kreativitas lokal.

Penutup: Dari Kampung ke Kebijakan, Dari Statistik ke Martabat
Kampung KB Kokolaka telah menegaskan bahwa perjuangan melawan stunting bukan semata soal gizi, melainkan soal martabat manusia. Keberhasilan mereka bukan hasil sulap bantuan, melainkan proses panjang pemberdayaan, edukasi, dan kolaborasi.

Sebagaimana dikatakan Dwi Sayekti Kadarini, "Berkat pembinaan, pemberdayaan, dan bantuan beberapa dinas serta pemda... kami bisa menekan angka anak stunting, sehingga di Jatirejo saat ini zero stunting." Ini bukan akhir cerita, melainkan awal dari perubahan paradigma: pembangunan yang berangkat dari akar rumput, dan berbuah pada kualitas generasi. Wallahu a'lam. 

Daftar Pustaka

Safhira, Vidia Elfa. "Kampung KB Kokolaka Jatirejo Zero Stunting, Buktikan Program dari 'Akar Rumput' Ampuh Bangkitkan Kesejahteraan." Pikiran-Rakyat.com, 26 Juli 2025.

BKKBN. Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia. Jakarta: BKKBN, 2023.

WHO. Guideline: Implementing Effective Actions for Improving Adolescent Nutrition. Geneva: World Health Organization, 2022.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun