Pengunduran Wali Kota Ito: Bisakah Kita Menghidupkan Kembali Etika Kepemimpinan?
"Integritas adalah nilai yang tak bisa dipalsukan. Sekali dikhianati, kepercayaan tak mudah kembali."
Oleh Karnita
Pendahuluan: Dari Kota Wisata Menuju Krisis Kepercayaan Publik
"Saya minta maaf sebesar-besarnya kepada warga Ito. Saya telah melakukan kesalahan besar," ucap Wali Kota Ito, Maki Takubo, dengan suara tertahan dan wajah tertunduk. Kalimat itu ia sampaikan dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional pada 12 Juli 2025. Di hadapan kamera dan wartawan, ia mengakui bahwa ijazah dari Universitas Toyo yang selama ini menjadi dasar legitimasi akademiknya adalah palsu. Nada bicaranya lirih, sesekali terbata, seolah menahan beban moral yang selama ini disembunyikan. Usai pengakuan itu, Takubo langsung menyatakan pengunduran dirinya dari jabatan wali kota—sebuah langkah yang menggemparkan publik dan sekaligus menandai krisis integritas di kota wisata yang selama ini tenang dan bersahaja.
Skandal itu dengan cepat merambat ke berbagai sektor. Sejumlah agen perjalanan membatalkan tur ke Ito, kota yang sebelumnya dikenal sebagai destinasi unggulan di Prefektur Shizuoka. Kepala Departemen Perencanaan Kota Ito, Tsuyoshi Chikamochi, mengakui bahwa saat ini mereka menghadapi tekanan besar dari masyarakat dan mitra luar daerah. “Kami ingin segera menyelesaikan perpecahan dan kebingungan ini,” ujarnya, menggambarkan suasana batin kota yang sedang goyah. Bagi banyak warga, peristiwa ini lebih dari sekadar pelanggaran administratif; ini luka moral yang mencoreng kepercayaan.
Namun dari luka itulah muncul cermin reflektif, termasuk bagi kita di Indonesia. Polemik keabsahan ijazah bukan hal asing di negeri ini—kasus serupa pernah mencuat dari level lokal hingga nasional. Namun yang membedakan adalah sikap: apakah pemimpin cukup berani mengakui kesalahan dan mundur demi menjaga marwah jabatan, atau justru memilih berkelit dalam kebisuan sistemik. Di sinilah pelajaran penting dari Kota Ito menemukan relevansinya
Ijazah Palsu: Bukan Sekadar Administrasi
Fenomena penggunaan ijazah palsu bukan hanya pelanggaran administratif. Ia adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan sistem meritokrasi. Dalam kasus Wali Kota Ito, pengakuan atas ijazah palsu membuat posisi moralnya sebagai pemimpin tak lagi dapat dipertahankan, meskipun sebelumnya ia mungkin bekerja dengan kinerja yang dinilai baik.
Skandal semacam ini pernah terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sayangnya, tidak semua direspons dengan sikap transparan dan tanggung jawab seperti yang ditunjukkan oleh Takubo. Banyak kasus serupa di tanah air justru berlarut-larut, ditutupi, bahkan dibelokkan dengan dalih politis atau teknis.