4. Tesla Terhempas: Bisnis Juga Bisa Jadi Korban
"Saham Tesla anjlok 14,3 persen dalam sehari—kerugian terbesar sepanjang sejarahnya."
Bukan cuma SpaceX yang terdampak. Tesla—merek mobil listrik kebanggaan Musk—ikut terguncang. Nilai pasar perusahaan itu anjlok lebih dari $150 miliar hanya dalam sehari. Investor panik. Publik bingung. Semua karena pertengkaran yang makin tak terkendali.
Ini menjadi pelajaran penting bahwa citra pemimpin perusahaan sangat berpengaruh pada stabilitas bisnisnya. Meski produknya inovatif, kalau pemimpinnya tak bisa menjaga reputasi, pasar akan menghukum dengan kejam. Dalam era digital, satu cuitan bisa menghancurkan nilai perusahaan.
Musk perlu instrospeksi. Bukannya fokus mengembangkan inovasi hijau, ia malah tenggelam dalam balas-balasan politik. Padahal dunia sedang menghadapi krisis energi dan lingkungan. Tesla, seharusnya, menjadi solusi—bukan tumbal.
5. Demokrasi atau Drama? Kita Butuh Yang Lebih Dewasa
"Presiden vs Elon. Siapa menang? Saya bertaruh pada Elon." —Ian Miles Cheong
Tak sedikit publik Amerika yang terhibur, bahkan bersorak melihat duel dua tokoh besar ini. Tapi apakah ini yang kita inginkan dari pemimpin? Demokrasi bukan panggung sinetron. Bila konflik elite dipertontonkan seperti reality show, maka wibawa institusi ikut runtuh.
Kedewasaan dalam politik adalah saat perbedaan bisa dikelola, bukan dijadikan bahan caci maki. Baik Musk maupun Trump telah melampaui batas itu. Apalagi ketika tudingan mengarah ke isu sensitif seperti kasus Epstein—publik berhak mendapatkan politik yang lebih bersih dan sehat.
Solusinya? Transparansi kebijakan, pemisahan urusan negara dan bisnis, serta komitmen untuk tidak menjadikan platform pribadi sebagai senjata publik. Amerika (dan dunia) tak butuh drama baru. Yang dibutuhkan adalah pemimpin dengan visi, bukan vendetta.
Penutup