Sekolah Rakyat: Antara Cita-Cita Mulia dan Realita yang Tak Sederhana
Gagasan besar tak cukup hanya dengan niat baik, ia harus kuat secara konsep, tangguh dalam implementasi
Oleh KarnitaÂ
Cita-Cita yang Menggetarkan Nurani
Pemerintah melalui Kementerian Sosial resmi menggulirkan rencana peresmian Sekolah Rakyat sebagai bentuk intervensi pendidikan bagi keluarga miskin dan miskin ekstrem. Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyatakan bahwa program ini sedang dalam tahap pematangan lintas sektor: mulai dari kurikulum, perekrutan guru, hingga sarana prasarana (Kompas.com, 15/3/2025). Presiden Prabowo bahkan menargetkan 100 Sekolah Rakyat berdiri tahun ini, dengan harapan setiap kabupaten/kota memiliki setidaknya satu lembaga pendidikan gratis bagi rakyat marjinal.
Niat Baik Tak Selalu Cukup
Sekilas, gagasan ini memantik harapan. Tapi sebagaimana pepatah lama, "jalan ke neraka dipenuhi niat baik"---gagasan yang tampaknya ideal belum tentu terbebas dari problem sistemik. Apakah Sekolah Rakyat benar-benar solusi jangka panjang atau hanya tambal sulam sesaat? Pertanyaan ini tak bisa dihindari.
Kurikulum "Plus-Plus": Harapan atau Kebingungan?
Prof. Mohammad Nuh selaku Ketua Tim Formatur menyebut Sekolah Rakyat akan mengusung kurikulum nasional plus-plus. Istilah ini terdengar progresif, tapi apa artinya? Tanpa penjelasan detail, kita berisiko mengulang kesalahan masa lalu: program pendidikan yang mengawang-awang, tak berakar pada kebutuhan nyata murid dan tak relevan dengan konteks sosial mereka.
Sekolah Asrama: Mengapa Tidak, Tapi Juga Mengapa Harus?