Tawaran Kapolri kepada Band Sukatani: Sebuah Langkah Progresif atau Manuver Politik?
Oleh Karnita
Tawaran Kapolri kepada Sukatani untuk menjadi Duta Polri guna membangun budaya kritik di Indonesia merupakan sebuah langkah yang cukup menarik. Namun, untuk melihatnya secara kritis, kita harus menggali lebih dalam mengenai latar belakang, konteks, dan dampak yang mungkin timbul dari tawaran tersebut. Dalam pemberitaan ini, ada sejumlah isu yang perlu diperhatikan secara lebih jeli, terutama dalam hal konsistensi terhadap prinsip kebebasan berpendapat dan potensi politisasi yang mungkin terjadi.
Budaya Kritik: Menilai Positif atau Negatifnya?
Pada dasarnya, ide untuk membangun budaya kritik di Indonesia adalah sebuah langkah yang positif, mengingat budaya kritis sangat penting dalam perkembangan demokrasi. Budaya kritik memungkinkan masyarakat untuk memberikan masukan yang konstruktif terhadap kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah, termasuk institusi kepolisian. Namun, pertanyaan yang perlu diajukan adalah, apakah penunjukan seorang Duta Polri untuk membangun budaya kritik ini benar-benar akan memperkuat ruang publik bagi kritik yang bebas dan jujur?
Potensi Konflik Kepentingan: Polri dan Kebebasan Berpendapat
Tawaran ini, meskipun tampak sebagai upaya baik untuk memperbaiki hubungan antara masyarakat dan polisi, dapat dipertanyakan dari sisi independensi. Apakah dengan menjadi Duta Polri, Sukatani akan mampu mengkritik kebijakan kepolisian dengan jujur tanpa adanya tekanan atau pengaruh? Ini merupakan dilema yang sering muncul ketika institusi pemerintahan atau kepolisian menginisiasi ajakan untuk memperkuat budaya kritik, namun pada saat yang sama mengontrol narasi yang berkembang.
Ruang Kritik yang Aman: Mengapa Ini Penting?
Jika kita melihat dari perspektif masyarakat, tawaran ini dapat menimbulkan keraguan mengenai sejauh mana kebebasan berpendapat benar-benar dihargai dalam institusi Polri. Mengingat bahwa Polri adalah institusi yang memiliki kekuasaan besar dalam menjalankan tugasnya, adakah ruang bagi masyarakat untuk mengkritik tanpa rasa takut atau khawatir akan pembalasan? Membangun budaya kritik bukan hanya soal memberikan tempat bagi kritik itu sendiri, tetapi juga soal menciptakan lingkungan yang aman dan terbuka bagi para kritikus.
Polri: Menerima Kritik atau Mengontrol Kritik?