Kita lihat kekayaan alam Pulau Sulawesi atau orang asing lebih mengenal dengan nama Selebes, disana ada tambang Nikel, tetapi 100% bukan milik negara atau BUMN.
Sekarang mari kita lihat ke Papua yang dulu bangsa Indonesia mengenali bernama Irian Barat yang masuk ke pangkuan RI sebelum ayam jantan berkokok 1 Mei 1963 sesuai dengan komando BK, kemudian Irian Jaya terakhir oleh Gus Dur dinamakan Papua. Rasanya hasil Papua yang mencolok saat ini hanya tambang tembaga dan emas, tetapi milik Freeport. Bukan sepenuhnya milik BUMN kita. Tarik ulur yang belum pernah selesai. Seandainya sudah jadi milik NKRI jangan jangan sudah mendekati habis. Sementara hasil tambang minyak dan gas bumi sudah tidak memadai lagi.
Kita lihat semua kekayaan alam terutama migas negeri kita dipergunakan kebutuhan dalam negeri untuk penduduk yang jumlahnya 250Jt, jumlah yang bukan sedikit, bila dibanding dengan Negara Teluk penghasil migas yang memiliki penduduk tidak sebanyak Indonesia.
Semua kekayaan alam tersebut diatas tidak terbarukan, yang jelas habis atau secara ekonomi sdh tidak menguntungkan untuk dikelola.
Sementara mereka yang di Senayan gaduh terus belum pernah berpikir bagaimana mencari jalan keluar lunasnya utang negeri tercinta ini. Sibuk dengan urusannya masing masing, sampai sampai saking sibuknya ada yang berurusan dengan KPK. Lantas siapa yang mau berpikir melunas utang yang sangat memberatkan kehidupan rakyat kecil.
Sayang sinar matahari tidak dapat diolah layaknya Gas Bumi, seandainya bisa tentu NKRI kaya raya, sepanjang tahun matahari selalu memancarkan sinarnya berbeda dengan negara  negara belahan Bumi Utara Eropa misalnya atau belahan Bumi Selatan Australia misalnya yang tidak sepanjang tahun mendapatkan sinar matahari selama 12 jam.
Nah bu Susi agar tidak dikatakan pandai menenggelamkan kapal, usulkan kpd pemerintah siapapun presidennya nanti bahwa Kekayaan laut NKRI cukup mampu melunasi utang LN. Semoga siapapun presidennya nanti bu Susi masih ditunjuk menjadi Menteri KKP.
Maunya kami rakyat kecil itu utang bisa lunas, tetapi dengan pelunasan yang benar benar bersumber dari kekayaan alam yang dikuasai pemerintah. Rakyat kecil tidak mau berpikir yang muluk muluk dan terlalu banyak berteori, malah tidak lunas lunas hanya berdebat terus, kapan lunasnya malah tidak jelas.
Kalau NKRI tidak punya utang LN serasa enak, tingkat laju inflasi kecil sekali atau mungkin tidak ada inflasi, sehingga orang hidup di hari tua tenang, bisa menabung. Bukan seperti sekarang ini, menabung di saat muda, begitu sampai di hari tua uangnya gak ada nilainya. Akhirnya hidup di hari tua menjadi was. Layaknya Jepang atau Arab Saudi yang tidak ada inflasi konon dari dulu harga minuman kopi panas sampai saat ini masih sama 1 Real, karena tak ada inflasi. Tidak punya utang LN sehingga cadangan devisa juga melimpah.
Seandainya hasil kekayaan alam tersebut digunakan untuk melunasi hutang luar negeri tentu habis, karena tak tergantikan dan tak terbarukan lagi, layaknya air yang diambil dari sumbernya tetapi sumber tidak pernah habis tergantikan oleh air hujan.
Bu Susi, sekarang tinggal menoleh ke laut kita yang tentu hasilnya tidak pernah habis, ibarat peri bahasa patah tumbuh hilang berganti. Bu Susi tentu ahlinya karena pernah menggeluti hasil laut, sampai bu Susi mampu expor sendiri. Untuk keperluan expor bu Susi sampai beli pesawat. Tentu bu Susi memahami hasil laut yang gak pernah habis.