Mohon tunggu...
Karen Monica
Karen Monica Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Katolik Musi Charitas

Halo! Saya mahasiswa semester 6 yang memiliki banyak hobi :)

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Tren Skincare 2025: Antara Viral, Ilmiah, dan Dompet Menjerit

17 April 2025   20:49 Diperbarui: 17 April 2025   20:49 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tahun 2025 ini, dunia skincare semakin dinamis. Di satu sisi, tren viral di media sosial terus bermunculan, sementara di sisi lain, inovasi ilmiah menghadirkan produk-produk canggih. Namun, satu hal yang pasti: harga produk skincare juga semakin meroket. Di tengah euforia ini, muncul pertanyaan: apakah semua yang viral benar-benar sesuai dengan kebutuhan kulit kita?

Viral Lebih Dulu, Baru Tahu Cocok atau Nggak

Media sosial, terutama TikTok dan Instagram Reels, menjadi pendorong utama dalam mempopulerkan tren skincare. Kita bisa lihat bagaimana satu video yang menampilkan hasil "before-after" langsung membuat suatu produk menjadi incaran. Mulai dari slugging versi baru, moisture sandwich, hingga toner dengan bahan aktif unik langsung ludes di pasaran begitu viral.

Namun, tidak semua yang viral cocok untuk semua jenis kulit. Banyak pengguna yang mengalami breakout atau iritasi setelah mencoba produk yang sedang tren.

"Katanya ini holy grail, tapi di aku malah muncul jerawat kecil."
--- komentar yang sering muncul di forum kecantikan.

Dari Hype ke Science: Konsumen Makin Melek Kandungan

Sisi positif dari tren saat ini adalah banyak orang mulai tertarik mengenal kandungan aktif dalam produk skincare. Istilah seperti ceramide, retinoid, peptide, panthenol, dan azelaic acid kini sudah akrab di telinga pengguna skincare.

Bahkan beberapa brand lokal pun ikut menghadirkan lini produk dengan pendekatan klinis, berkolaborasi dengan dokter kulit, atau melakukan uji efektivitas sebelum produk diluncurkan. Ini menunjukkan bahwa konsumen kini tidak hanya membeli karena kemasan yang menarik, tetapi juga mempertimbangkan keamanan dan efektivitas produk.

Dulu, saking semangatnya nyobain skincare, aku pernah seminggu full maskeran tiap malam pakai clay mask---yang jelas-jelas bikin kulit makin kering. Habis itu, lanjut pakai serum AHA tiap hari (iya, tiap hari!). Eh, bukannya glowing, yang ada kulit malah perih, ngelupas, terus muncul jerawat kecil-kecil.

Tapi sekarang, aku tahu kalau less is more, apalagi buat kulit sensitif. Fokusku sekarang lebih ke memperkuat skin barrier: pakai gentle cleanser, moisturizer yang ngunci hidrasi, dan sunscreen yang nyaman buat kulit. Ternyata hasilnya lebih bagus dan kulitku juga jauh lebih "tenang".


Dompet Menjerit, Tapi Tetap Checkout

Harga produk skincare yang semakin naik ternyata tidak menyurutkan minat masyarakat untuk berbelanja. Bahkan, sebagian rela berhemat untuk hal lain demi bisa membeli skincare impian. Di sisi lain, muncul juga tren baru: skincare minimalis.

Alih-alih menggunakan 10 langkah skincare, kini banyak orang lebih memilih 3-4 produk inti:
cleanser, toner/serum seperlunya, moisturizer, dan sunscreen.

"Yang penting barrier aman, nggak usah ribet."
--- prinsip baru generasi 'skinimalist'.

Tren ini menjadi solusi cerdas bagi mereka yang ingin tetap merawat kulit tanpa menguras tabungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun