Artificial intelligence (AI) telah meresap ke hampir setiap aspek kehidupan modern, menawarkan kemampuan bekerja cepat, dalam skala besar, dan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Tapi, seberapa tepat sebenarnya AI dalam praktik, dan tantangan apa yang masih harus dihadapi?
Tingkat ketepatan AI tidak bisa dianggap pasti; hasilnya sangat bergantung pada kualitas data yang dipakai saat melatih sistem. Masalah utamanya muncul ketika data tersebut membawa kecenderungan tertentu atau tidak mewakili semua orang secara seimbang, model AI akan belajar dan mereplikasi keberpihakan tersebut, sehingga hasilnya bisa keliru bagi sebagian pengguna. Misalnya, sistem pengenalan wajah yang hanya dilatih dengan data dari jenis wajah tertentu berpotensi menurun ketepatannya saat digunakan pada individu dengan karakteristik berbeda. Selain itu, model AI yang paling akurat, seperti jaringan saraf tiruan yang kompleks, sering beroperasi sebagai 'kotak hitam.' Sulit bagi manusia untuk memahami secara persis mengapa AI mengambil keputusan tertentu. Kurangnya pemahaman ini secara langsung merusak kepercayaan pada akurasi model, terutama di sektor kritis seperti kesehatan atau peradilan.
Namun, di sisi lain, AI telah membawa perubahan besar di banyak bidang justru karena tingkat akurasinya yang tinggi. Argumen kuatnya adalah konsistensi dan kapasitas pemrosesan data AI. AI mampu memproses dan menganalisis volume data yang sangat besar dan melakukannya dengan konsistensi yang tak tergoyahkan, tidak rentan terhadap kelelahan atau human error. Dalam banyak tugas yang terdefinisi dengan baik, AI bahkan telah melampaui akurasi manusia. Contohnya, ketika menganalisis ribuan transaksi keuangan, AI bisa menemukan kejanggalan kecil yang sulit dikenali oleh pemeriksaan manual. Akurasi AI juga bersifat dinamis; model modern dirancang untuk terus belajar dan beradaptasi dari data baru, yang berarti akurasinya berpotensi terus meningkat seiring waktu.
Oleh karena itu, untuk membangun akurasi AI yang lebih kuat dan dapat dipertanggungjawabkan memerlukan langkah yang menyeluruh. Fokus utama perlu diberikan pada kualitas data, termasuk melakukan audit untuk menemukan keberpihakan agar hasilnya tetap adil dan seimbang. Di sisi lain, pengembangan alat keterjelasan AI (XAI) juga penting agar 'kotak hitam' bisa berubah menjadi lebih transparan, sehingga pengguna dapat menilai dan memahami alasan di balik setiap keputusan. Selain itu, kerja sama antara manusia dan AI juga tak kalah krusial: mesin sebaiknya berperan sebagai asisten yang cepat dan teliti, sedangkan manusia tetap memberikan pertimbangan serta pengawasan etis, terutama pada keputusan yang berisiko tinggi. Dengan cara seperti ini, tingkat akurasi terbaik justru tercapai saat manusia ikut mengarahkan dan mengoreksi keluaran AI
Akurasi AI ibarat pedang bermata dua: sangat tinggi dalam konsistensi pemrosesan data, tetapi rentan terhadap keberpihakan input dan kurangnya transparansi. Untuk memaksimalkan potensi AI, fokus tidak boleh hanya pada angka akurasi, melainkan pada pembangunan sistem yang adil dan jelas. Dengan melakukan pemeriksaan data untuk menghindari keberpihakan dan memakai AI yang cara kerjanya bisa dijelaskan (XAI) di setiap penggunaan, kita bisa memastikan teknologi ini benar-benar jadi alat bantu yang bisa dipercaya, bukan sumber kesalahan yang sulit dicek, sambil tetap menempatkan manusia sebagai pengambil keputusan utama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI