Mohon tunggu...
Karaeng Caddi
Karaeng Caddi Mohon Tunggu... -

penonton yang lagi suka bikin catatan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukum, Sah Sebagai Komoditi Unggulan, Akankah??

29 Juli 2011   09:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:16 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tahun lalu, disaat orde reformasi mulai bergulir saya mewakili salah satu perusaaan dalam pelatihan; tata cara eksport-import dan promosi komoditi, tentu saja dalam pelatihan tersebut para peserta banyak mendefenisikan tentang pasar, komoditi, peraturan dll. Namun entah kenapa saat itu saya sedikit bepikir nakal bahwa ada produk yang telah menjadi komoditi bahkan bisa digolongkan unggulan dari negeri ini namun tidak dipasarkan atau tidak diperjualbelikan secara terbuka tetapi saya meyakini produk ini memiliki nilai transaksi jual-beli yang luar biasa besar dibandingkan komuditi yang ada di indonesia.

Hukum merupakan suatu produk atau sistem aturan / kumpulan peraturan yang mengikat orang, komunitas (baca: kelompok, bangsa) ataupun negara dan memiliki sanksi terhadap para pelanggarnya, Komoditi adalah suatu produk yang diperjualbelikan atau diperdagangkan sesuai hukum.

Mengelompokkan hukum sebagai komoditi tentulah salah karena kehadiran hukum tidaklah untuk diperjualbelikan, walaupun susah dibuktikan tetapi pada realitasnya hampir bisa dipastikan bahwa tawar-menawar dan tranksasi memperjualbelikan hukum di Indonesia terjadi setiap jam atau mungkin saja per detik.

Kedengarannya sangatlah pesimis terhadap para pelaksana hukum dan para aparatur penegak hukum tetapi memaksakan untuk optimis tidak serta merta merubah realitas itu.

Citra aparat penegak hukum tidak secara keseluruhan menurun namun satu bidang pelayanan tetap memengaruhi citra secara kelembagaan. Kita lihat pelayanan pemerintah dan pelayanan para aparat lembaga penegak hukum (Polisi-Jaksa-Hakim)

Pelayanan di kantor pemerintah tidaklah seperti lolongan para kompetitor diatas panggung demokrasi saat menghadapi pemilu-pemilukada-pilpres; saya akan memperbaiki A-Z, kita akan Gratis...Gratis.. Gratiskan...9-0, saya akan berdiri digaris terdepan memimpin, menghunus pedang untuk melawan pelanggar hukum namun pada realitasnya setelah pemilu, kita harus jujur mengakui tidak ada perubahan mendasar, kompetitor yang terpilih hanya masuk kantor dan menjalankan fungsi secara normatif (masuk kantor-tanda tangan absensi-rapat- kunjugan-gunting pita).

Pelayanan terhadap kebutuhan dasar masyarakat seperti pembuatan Surat Keterangan/Surat Pengantar, KTP, KK, Kartu Jamkesda, Surat Gakin, Akte Kalahiran, Akte nikah, dll. tetap saja membutuhkan "uang lebih" dari yang sudah diatur oleh PERDES/PERDA/PP/PERMEN/UU/UUD 45, dll. telah tersandera oleh istilah para politisi yang lagi popular "biaya politik", pada realitasnya suara didapatkan karena ada "uang lebih" yang mengalir walaupun tidak face to face antara kompetitor/kandidat dengan pemilih yang ratusan-ribuan bahkan jutaan jumlahnya tetapi tangan-tangan tim yang sukses.

Dikantor pemerintah lainya tidaklah jauh berbeda, untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) beberapa identitas tersebut diatas haruslah dimiliki oleh calon TKI, dan hanya ribuan dari jutaan calon TKI yang mujur berangkat keluar negeri tanpa melalui calo/makelar berdasi yang ikut bermain di lingkungan sebuah lembaga yang disebut Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), para calo/makelar memanfaatkan kekurangan bahkan kelebihan para calon TKI seperti identitas, Surat Catatan Kesehatan, Surat Keterangan Pelatihan/Keahlian dll., umur calon bisa berubah, konsidi sehat bisa dibuat sakit agar ada peluang menyembuhkan diatas lembaran kertas, keterampilan bisa disulap dari penjaga anak menjadi piawai sebagai juru masak, namun sekali lagi hanya di atas kertas sesuai kebutuhan calon majikan yang ujung-ujungnya berakhir di tiang gantung dll.

Pelayanan Aparat hukum

Terhadap instansi kepolisian, persepsi kita mungkin berbeda-beda pada penanganan teroris tetapi untuk pelayanan lain kemungkinan dominan persepsi kita akan sama, misalnya pelayanan lalulintas yang termasuk pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dari dulu hingga sekarang tidaklah ada perubahan mendasar, tetap saja butuh "uang lebih" demi mempercepat proses mendapatkan SIM kecuali anda orang yang betah datang berkali-kali untuk mengikuti ujian praktek karena realitasnya yang menguji anda belum tentu lebih piawai berkendara sesuai hukum di bandingkan dengan anda.

Dijalan raya masih mudah kita temukan oknum yang ngumpet dan tiba-tiba memperdengarkan bunyi sempritan padahal sangatlah jelas aturan melakukan sweeping kendaraan bermotor, masih mudah kita temukan kondektur /sopir-sopir truk yang harus merogoh kocek untuk petugas di pos jaga dan jembatan timbang dan sangatlah susah menemukan polisi yang menawarkan surat tilang warna biru di saat anda kena rasia/sweeping.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun