Mohon tunggu...
Moh Syihabuddin
Moh Syihabuddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Pemikiran Islam dan Pemerhati Sosial Budaya

Peminat keilmuan dan gerakan literasi, peduli terhadap permasalahan sosial dan tradisi keislaman masyarakat Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mempertimbangkan Gejolak Perang Cina-India dan Posisi Indonesia

26 Mei 2020   11:43 Diperbarui: 26 Mei 2020   11:39 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nepaliheadlines.com

Pada sisi lain, India akan terus ber-perang dengan Pakistan yang memperpanjang sejarah perang India-Pakistan. Perang India-Pakistan sudah terjadi empat kali dan tidak menghasilkan perdamaian permanen yang menyelesaikannya. Wilayah perbatasan di Kashmir akan terus menjadi ajang pertempuran yang menyedihkan (masyarakat kedua negara) sehingga konflik di perbatasan tidak akan pernah menghasilkan stabilitas dan kenyamanan.       

Ketiga hal ini juga didukung dengan sikap-kebijakan Cina yang melebarkan pengaruhnya melalui program "Sabuk dan Jalan", yang terus memberikan dukungan terhadap negara-negara kecil di Asia Selatan. Alih-alih negara Asia Selatan sangat bergantung pada kemakmuran India yang sedang tumbuh, Cina tampil menjadi "dewa penolong" yang memberikan pinjaman uang, lapangan pekerjaan, ekspor barang murah, dan bantuan konsultasi tata negara. Tentu saja kebijakan Cina ini sangat menyakitkan bagi India---yang menyebabkan India enggan bergabung dengan gagasan kerjasama Perdagangan Indo-Pasifik yang digagas oleh Indonesia, karena di dalamnya ada Cina yang masuk sebagai anggotanya.

Perseteruan Harimau dan Naga

Menengok perjalanan sejarah hubungan kedua negara, perang dan konfrontasi Cina-India (Cindia) pernah terjadi tiga kali. Kendati tidak menimbulkan korban sebesar Perang Korea, Perang Vietnam, atau Perang Arab-Israel, tapi konflik kedua negara ini menghasilkan ketegangan berkelanjutan yang terus menjadi ajang adu kekuatan militer.

Pertama, Perang Cindia pada 1962 yang berjalan selama sebulan. Perang menghasilkan kesepakatan adanya LAC yang pada gilirannya menghasilkan ketegangan demi ketegangan yang berkala di sejumlah bagian yang berbeda dari LAC sepanjang 2.167 mil. Tentara kedua negara tidak segan-segan melempar provokasi yang menimbulkan kontak fisik yang berakibat pada korban luka-luka.

Kedua, Perang Cindia pada 1975. Perang ini menimbulkan korban yang lumayan banyak. Sejumlah tentara India tewas dalam pertempuran. Dan Cina membuktikan dirinya sebagai pemenang. Perdamaian disepakatai yang bisa menghentikan untuk sementara operasi militer keduanya.

Dan ketiga, Perang Cindia pada 2017. Berawal dari langkah Cina yang membangun jalan di Doklam, persimpangan yang memisahkan India, Bhutan dan Cina. India merasa keberatan dan merespon dengan konfrontasi yang berlangsung selama 73 hari.

Berangkat dari sejarah pertikaian ini, kebijakan Cina yang mengkhawatirkan India, alutista kedua negara, kepemilikan nuklir, dan konfrontasi pada bulan Mei 2020 ini tidak menutup kemungkinan mobilisasi militer akan dikerahkan oleh kedua negara untuk melanjutkan pertempuran yang lebih panjang, lebih mematikan dan lebih ganas. Cakar Naga Cina tidak akan membiarkan Harimau India menjadi kuat dengan taring-taringnya, begitu juga sebaliknya. Kedua negara (kemungkinan) besar akan membangun pangkalan dan landas serbu yang tidak jauh dari perbatasan kedua negara untuk meniupkan sangkakala pertempuran.

Jika perang Cindia babak baru di tengah pandemik ini terjadi (atau pada masa yang akan datang pasca Covid-19) tentu akan melibatkan banyak negara untuk memihak atau membangun aliansi militer. Dan kemungkinan juga Perang Dunia III menjadikan ajang Cina-India sebagai medan perang.  

Kemungkinan besar Amerika dan Rusia juga akan terlibat, demi menguatkan pengaruhnya. Negara-negara di Asia Tenggara, dengan kepentingan untuk mengamankan penguasaan Laut Cina Selatan juga akan terseret untuk andil. Dan beberapa negara Arab dan Uni Eropa, yang menikmati "kemakmuran-kejayaan" Cina tentu akan terseret pula arus peperangan. Sehingga adagium lama "musuh dari musuhku adalah temanku" akan kembali diberlakukan oleh negara-negara kuat yang terlibat perang pada negara-negara kecil sekitarnya.

Mempertimbangkan "Keberpihakan" Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun