Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Berbagi Lebih Indah Daripada Memiliki

23 Mei 2016   18:28 Diperbarui: 23 Mei 2016   21:34 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebulan sudah, berita ribuan sopir taksi berdemo menuntut pencabutan izin dan penutupan usaha transportasi berbasis aplikasi. Amat disayangkan harus berakhir  anarkis dan adanya penganiayaan terhadap sopir ojek aplikasi.[1] Hal ini sangat disayangkan karena tampak kurangnya dukungan besar dari pemerintah dalam meregulasi perubahan kegiatan ekonomi. Sejatinya sharing economy mulai berkembang sebagai jawaban atas permasalahan krisis finansial global pada tahun 2008 hingga 2010.[2] Mengapa demikian? Sebab, saat krisis kita cenderung menggurangi penggeluaran konsumsi atas barang dan jasa agar dapat menghemat sehingga sharing economy juga menjadi jawaban atas tingginya tingkat konsumerisme walaupun krisis melanda. Secara sederhana, sharingeconomy adalah keadaan dimana “barangku juga milikmu asalkan kamu dapat membayar biaya sewa yang aku tetapkan daripada harus membeli yang baru dengan harga yang tinggi sementara aku menawarkan dengan harga yang murah karena barang ini jarang dipakai.”

Jika kita lihat dengan saksama, model pasar ini sudah lama ada di Indonesia. Contoh nyata yang tidak disadari adalah rental barang dan usaha kos-kosan. Bisnis kos-kosan merupakan usaha menjajikan apalagi di kota besar apalagi melihat kondisi kota Jakarta yang sangat macet, banyak yang memilih tinggal dekat kantor atau tempat kuliah mereka. Regulasi mengenai pajak pengahasilan dari penyewaan tanah dan/atau bangunan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun 2002 juga belum diimplementasikan sepenuhnya di seluruh Indonesia.[3] Tentunya dengan rendahnya pajak dari pemerintah dan dengan tingginya permintaan pasar maka akan sangat menarik perhatian bagi pendatang baru. Namun, cakupan dari penyewan barang mereka akan sempit yaitu, hanya mereka yang mengetahui ketersediaan dan yang membutuhkan barang yang ditawarkan.

Melihat potensi keuntungan dan pasar yang ada, generasi muda mencetuskan ide membuat layanan aplikasi sebagai provider yang menaikkan pendapatan supir kendaraan umum secara signifikan. Sharing economy pada dasarnya memberikan banyak keuntungan seperti semakin banyak pengusaha baru sehingga pemilihan jenis barang dan jasa semakin beragam, akses barang-barang yang bersifat mewah menjadi lebih mudah, dan yang paling utama adalah harga barang dan jasa yang lebih murah. Maka menurut konsep hukum permintaan, yaitu ketika harga turun (membandingkan harga ojek pangkalan dengan ojek applikasi) maka permintaan akan naik. Semakin banyak permintaan dengan asumsi penawaran konstan berarti akan semakin banyak pula kuantitas yang diminta dan dengan efek kenaikan harga. Akan tetapi dengan berkembangnya sharing economy dalam masyarakat merubah grafik kurva permintaan menjadi tidak hingga karena semua orang bebas menawarkan apa saja yang mereka miliki. Sehingga harga akan dapat terus ditekan murah.

Sebagai contoh, pekerjaan sebagai tukang ojek yang sebelumnya dianggap sebagai pekerjaan yang kurang memadai kini berubah karena pendapat mereka bisa meroket hingga Rp8.000.000 per bulan saat hanya ada Gojek yang ada di dalam pasar persaingan dengan ojek pangkalan, melebihi rata-rata gaji lulusan S-1 yang berkisar Rp3.000.000 – Rp6.000.000. Akan tetapi, saat Gojek mulai membuka pendaftaran untuk menambah armada maka pendapatan supir Gojek sudah tidak setinggi itu. Tetap saja pendapatan ojek pangkalan jauh lebih rendah. Kesuksesan yang diraih Gojek mendorong pesaing baru untuk masuk ke pasar yaitu, Grab. Perbedaan yang ada adalah Grab menawarkan jasa transportasi ojek, mobil, dan taksi online. Menambah keragaman jasa yang ditawarkan akan memperluas pasar yang merupakan salah satu cara Grab bersaing dengan Gojek yang sudah menjadi pemain lama lebih dahulu di Indonesia.

Persaingan pada pasar transportasi ini awalnya hanya ada Uber, yang dikenal dengan nama “taksi gelap” karena tidak membayar pajak operasi kendaraan umum dan menggunakan mobil dengan plat hitam yang berarti mobil pribadi. Tentu saja pajak yang dipungut pun beda, mobil plat hitam pertama dikenaka biaya sebesar 2 persen sendangkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) untuk angkutan umum orang adalah 30 persen dari dasar pengenaan pajak tersebut, sementara untuk barang adalah 50 persen.

[4] Pada awal peluncuran Uber di Indonesia yaitu, pada bulan Agustus 2014 tidak berkembang karena pembayaran jasa pada saat itu hanya menggunakan kartu kredit dan orang Indonesia belum familiar dengan penggunaan kartu kredit dan adanya kontroversi pembayaran pajak sehingga pamor Uber semakin turun.

Dari gambar grafik dibawah tampak bahwa lebih banyak penduduk yang lebih memilih pembayaran dengan tunai yaitu sebesar 51 persen atau dengan penggunaan kartu debit sebanyak 29 persen. Sedangkan kartu kredit ada diposisi ketiga yaitu sebesar 11 persen. Sehingga salah satu cara Uber menaik jumlah penggunanya adalah dengan tidak membutuhkan kartu kredit sebagai alat pembayaran. Prospek kedepan Uber juga semakin membaik karena adanya pemilihan cara pembayaran dan tarif yang dikenakan juga menyesuaikan keadaan kemacetan maka semakin lancar jalannan maka tarif akan semakin murah. Uber yang tidak mau kalah mengegeluarkan UberJEK sementara Gojek juga tidak mau kalah dengan persaigan di pasar dan menggeluarkan GoCar.

Grafik 1 : Kecenderungan Pembayaran Kendaraan Umum di Asia Tenggara pada tahun 2013

semitta1-5742e72325b0bd5d07ac9449.png
semitta1-5742e72325b0bd5d07ac9449.png
Sumber: Nielsen Global Survey of Saving and Investment Strategies (2014)

Dalam pasar oligopoli yang merupakan jenis pasar persaingan transportasi umum ini, akan ada halangan masuk ke pasar namun, biasanya hanya ada beberapa pemain dengan banyak pembeli. Masih adanya ojek pangkalan yang tidak berganti menjadi ojek aplikasi dan yang menjadi halangan masuk ke pasar adalah teknologi dan akses ke konsumen. Tidak semua tukang ojek pangkalan melek teknologi dan ketidakmauan untuk mengejar ketinggalan mereka dengan tukang ojek aplikasi dalam pemanfaatan teknologi, padahal dengan memanfaatkan teknologi mereka dapat mendapatkan pasar lebih luas karena dapat melihat lokasi konsumen yang lebih jelas.

Grafik 2 : Masuknya Smart Phone

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun