Bak Peluru yang Tak Pandang Bulu
Sungguh miris, berdasarkan data dari PPATK, 2.19 dari 2.76 juta pelaku judi online asal Indonesia merupakan penduduk berpenghasilan rendah yang rata-rata bekerja sebagai petani, ibu rumah tangga, pedagang, buruh, sampai pegawai swasta, bahkan terdapat siswa SMA berpartisipasi dalam praktik ilegal ini. Mereka rela merogoh kocek minim di bawah Rp100.000 sebagai modal, padahal nominal tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kala pandemi Covid-19 melanda, rupanya judi online menambah kemeriahan kalangan masyarakat marjinal. Saat itu banyak orang kehilangan pekerjaan. Kemudian, dengan alasan motif ekonomi sejumlah orang akhirnya terjun ke ladang penuh taktik tersebut untuk mengadu nasib demi memenuhi ekonomi keluarga. Â
Terlebih lagi, menurut beberapa kesaksian penjudi, prosesnya sangat sederhana untuk dilakukan; pemain cukup mengunduh aplikasi permainan judi, menekan tombol yang diminta, dan jikalau aplikasi menunjukkan gambar atau hasil tertentu maka dapat diindikasikan sebagai kemenangan.
Dion---bukan nama asli---adalah seorang korban dari candunya judi online yang mengaku bahwa tabungannya telah habis setelah setahun bermain. Mulanya, Dion hanya iseng dan berhasil memenangkan uang tunai sebanyak Rp500.000 dari togel, lalu hasilnya langsung dipertaruhkan bagi slot dan tak disangka mendapatkan Rp7 juta.Â
Prosesi "easy money" seperti itu membuat Dion semakin penasaran dengan judi online. Jikalau kalah, Dion malah tidak terima dan terus-menerus menghabiskan pesangon PHK untuk modal (BBC Indonesia, 2022).
Mentalitas dan Psikologis Penjudi dari Kacamata Behavioural Economics
Teori behavioural economics membidik pada penjelasan bahwa pengambilan keputusan ekonomi dipengaruhi oleh psychological human behaviour---di mana psikologi individu akan mendominasi perilaku manusia. Konsep bekerja secara efisien dan efektif, namun juga dapat menyebabkan kesalahan yang diprediksi sebagai "bias" (Tervsky et. al, 1973).Â
Aspek psikologis dalam behavioural economics terlihat ketika sejatinya manusia selalu memiliki rasa ingin menang, dan judi menawarkan hal tersebut. Gambling disorder atau gangguan perjudian adalah sebutan bagi ketidakmampuan manusia untuk mengendalikan diri dari kecanduan terhadap judi  dan memiliki stres merusak yang dikemukakan oleh Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorder 5th (DSM-5).Â
Ketika manusia berhasil menembus jackpot perjudian, akan timbul rasa yang menggairahkan dan meningkatkan hormon adrenalin---dopamin pembangkit suasana hati--sehingga ketika mengalami kekalahan, mayoritas pelaku tidak merasa harus berhenti melainkan berperilaku impulsif dengan menambal kerugian yang terjadi akibat kekalahan judi. Pada fase itulah tumbuh candu yang sulit terkontrol.
Sridhar Narayanan dari Stanford Graduate School of Business dan Puneet Manchanda dari University of Michigan's Ross School of Business melakukan studi terhadap konsep "play decisions", yakni sebuah keputusan untuk melanjutkan permainan setelah menang atau kalah dan berapa banyak angka yang dipertaruhkan dalam judi atau kasino. Penelitian ini menyajikan pengetahuan baru mengenai teori perjudian sebagai hiburan. Narayanan berkata, "masyarakat cenderung puas akan kemenangan kecil dan mampu mentoleransi kerugian kecil, serta tidak akan bermain setelah threshold tercapai".