Mohon tunggu...
SATRIA KUSUMA DIYUDA
SATRIA KUSUMA DIYUDA Mohon Tunggu... ya begitu deh...

Menulis di waktu senggang saja...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kota Pati, Awal Gerakan Perlawanan Rakjat?

10 Agustus 2025   13:43 Diperbarui: 11 Agustus 2025   09:46 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Revolusi Prancis dibuat oleh Chat GPT

Jean-Jacques Rousseau, dalam bukunya The Social Contract (1762), menjelaskan mengenai konsep kedaulatan rakyat. Menurutnya, kedaulatan rakyat atau kehendak umum (volont gnrale) adalah prinsip bahwa kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam negara sepenuhnya berada di tangan rakyat. Pemerintah hanya ada untuk menjalankan kehendak umum tersebut.

Masih teringat pernyataan seorang anggota DPR dalam sebuah forum debat di media. Ia menyatakan bahwa kedaulatan rakyat hilang atau tidak ada lagi setelah diserahkan kepada wakil-wakilnya di DPR melalui pemilu. Pernyataan ini memicu kontroversi. Benarkah rakyat tidak lagi memiliki kehendak setelah menitipkan kedaulatannya kepada partai dan wakil-wakilnya? Apakah wakil rakyat dan pemerintah hasil pemilu benar-benar menjalankan mandat rakyat?

Pajak dan Perlawanan Rakyat Pati

Mari kita lihat sebuah peristiwa di Kabupaten Pati. Awalnya, masyarakat menggelar demonstrasi menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250%. Gerakan ini membesar setelah bupati setempat mengeluarkan pernyataan menantang di media. Pernyataan tersebut memicu perlawanan yang lebih besar dari masyarakat.

Tekanan publik yang meningkat membuat bupati akhirnya menarik kebijakan kenaikan PBB tersebut. Namun, masyarakat Pati tetap melanjutkan aksi mereka. Tuntutan kemudian bergeser menjadi gerakan pelengseran bupati dari jabatannya. Mereka menilai bupati bersikap arogan, dan tidak ada jaminan kebijakan yang lebih baik jika ia tetap menjabat selama empat tahun ke depan.

Jika masyarakat Pati berhasil menurunkan bupatinya, ini akan menjadi bukti bahwa rakyat masih memegang kedaulatannya. Mereka tetap memiliki hak untuk menggunakan kekuatan politik guna mengubah kontrak sosial yang dilanggar oleh pengemban amanah.

Kondisi ini mengingatkan pada Revolusi Prancis, ketika Raja Louis XVI lebih memilih mendengarkan bangsawan ketimbang perwakilan rakyat terkait isu kenaikan pajak terhadap petani. Rakyat kemudian melawan keputusan raja dengan membentuk sistem politik sendiri, mendirikan dewan rakyat, memilih wakil, dan membentuk pemerintahan eksekutif. Gerakan ini berkembang menjadi revolusi yang mengubah sistem politik dan sosial Prancis dari kerajaan menjadi republik.

Kembali ke Pati, rakyat berani menggunakan hak kedaulatannya untuk melawan pemimpin yang dianggap lalim. Sebagai pemegang mandat, mereka berhak menentukan sistem kekuasaan dan pemerintahan lokal sesuai kehendak mereka, terutama jika kontrak sosial telah diselewengkan.

Pelanggaran Kontrak Sosial 

Situasi serupa juga terlihat di tingkat nasional. Misalnya, pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 Tahun 2023. Para hakim MK menambahkan norma baru ke dalam pasal UU Pemilu, meski hal itu bukan wewenang mereka. MK seharusnya membatalkan UU yang bertentangan dengan konstitusi, bukan membuat norma baru. Ini adalah bentuk pelanggaran kontrak sosial oleh pejabat negara, yang kemudian diikuti berbagai kebijakan kontroversial, terutama setelah pemilu selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun