Revolusi Prancis (1789--1799)
Setelah Perang Tujuh Tahun yang berakhir dengan kekalahan Prancis, kerajaan mengalami krisis ekonomi yang membebani rakyat. Struktur sosial Prancis terbagi tiga kelas: kelas pertama (pendeta) yang kaya dan bebas pajak, kelas kedua (bangsawan) yang memiliki tanah dan hak istimewa, serta kelas ketiga (petani, buruh, pedagang) yang menanggung pajak dan kerja paksa.
Kekalahan Prancis membawa utang besar, yang memicu kenaikan pajak dan harga pangan, terutama roti. Kelaparan dan keresahan sosial meluas. Beberapa tokoh seperti Jacques Necker mencoba mereformasi pajak agar bangsawan ikut membayar, tetapi usulan itu ditolak elite. Saat Louis XVI memanggil Estates-General (Mei 1789), rakyat (Etat III) justru dipinggirkan. Mereka lalu membentuk Majelis Nasional sebagai wakil sah rakyat. Ini menjadi awal revolusi secara politik.
Perlawanan rakyat terhadap ketidakadilan kerajaan juga terinspirasi Revolusi Amerika. Pemikir seperti Rousseau, Montesquieu, dan Voltaire turut menyemangati rakyat. Akhirnya, kemarahan rakyat meledak karena krisis, pajak berat, dan sistem sosial yang menindas. Revolusi dimulai dengan penyerangan penjara Bastille (1789) dan proklamasi Republik Prancis Pertama.
Revolusi Rusia terjadi di era pasca-Revolusi Industri pada awal abad ke-20. Meski Revolusi Industri diyakini bisa mengurangi kelaparan melalui mekanisasi dan produksi pangan, kenyataannya tidak demikian di Rusia. Negara ini masih terjebak dalam sistem feodal yang kuat, dengan bangsawan menguasai kehidupan politik dan ekonomi. Mayoritas rakyat Rusia, baik petani maupun buruh, hidup dalam kemiskinan struktural dan sulit memperbaiki kondisi mereka secara turun-temurun.
Jam kerja buruh di kota sangat panjang dan brutal, dengan upah minim dan tanpa jaminan sosial. Hal ini mendorong terbentuknya organisasi buruh dan perlawanan kecil terhadap para pemilik pabrik. Revolusi dimulai pada peristiwa Bloody Sunday, 22 Januari 1905, saat sekitar 100.000 orang dipimpin pendeta Georgy Gapon melakukan aksi damai di St. Petersburg untuk menuntut perbaikan kondisi kerja, upah adil, dan pembentukan majelis rakyat. Namun, aksi ini dibalas tembakan oleh pasukan kerajaan, menewaskan sekitar 200 orang. Peristiwa ini memicu protes besar dan memaksa kerajaan membentuk Duma sebagai jalan tengah.
Revolusi 1917
Setelah menyerah kepada Jerman dalam Perang Dunia I, Rusia mengalami krisis ekonomi dan kelaparan yang parah. Buruh, tentara, dan rakyat kembali turun ke jalan. Sejak Bloody Sunday, Tsar Nicholas II kehilangan legitimasi di mata rakyat. Aksi massa kali ini lebih keras, dan terbentuk dua kubu besar: kaum Revolusi Putih yang dipimpin Laksamana Kolchak, dan Revolusi Merah di bawah Vladimir Lenin. Tsar berhasil ditumbangkan, dan pemerintahan sementara dibentuk, namun gagal mengeluarkan Rusia dari perang dan mereformasi pertanian.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Lenin dan kaum Bolshevik, yang menawarkan rakyat slogan "Roti, Tanah, dan Perdamaian". Tawaran ini mendapat dukungan luas dan berhasil menggulingkan pemerintahan sementara. Hal ini memicu Perang Saudara Rusia antara kaum Merah dan Putih.
Perbedaan dan Persamaan Gerakan Revolusi