Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ciparay, Mengenangmu Membuatku Merindukanmu

18 April 2020   16:25 Diperbarui: 3 Juni 2020   14:56 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenang Kembali Ciparay di Selatan Bandung

Dulu, di tahun tujuhpuluhan, saya masih usia SD. Rumah kami hanya berjarak 200 meter dari alun-alun. Saat itu hanya ada 7 toko yang terbilang besar di kota kami ini.

Saya masih ingat nama ketujuh toko itu yang semuanya berada di sekitar alun-alun. Toko Apun dan Toko Rakyat di sebelah selatan alun-alun, Toko Hejo dan Toko 9 (baca : salapan) di sebelah barat serta Toko Pribumi, Toko Tasik dan Toko Ciamis di sebelah Utara tepat berhadapan dengan pasar.  Toko 9 karena letaknya di pojok (hook) sering disebut juga Toko Bengkok. Semua toko itu merupakan toko kelontong yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari, kecuali Toko Hejo yang juga menjual kain.

Di luar ketujuh toko tadi, ada sebuah toko bahan bangunan, H. Adang. Dulu tidak disebut toko, tapi disebutnya matrial.

Semua toko tadi berada di sekitar alun-alun. Ya karena alun-alun itu, merupakan pusatnya kota.

Di sebelah barat alun-alun, terdapat Masjid Agung, sedangkan di bagian selatan adalah Pendopo Kewedanaan. Kalau anda pernah berkunjung ke kota Bandung, dan mampir ke Alun-alun Bandung, anda akan melihat di sebelah barat ada Masjid Agung Bandung (kini : Madjid Raya Jawa Barat) dan di sebelah selatan terdapat Pendopo Kabupaten Bandung (kini : Rumah Dinas Walikota Bandung), serta Kantor Pos Besar Bandung di Pojok Utara.  Maka persis seperti itulah alun-alun tempat kami. Hanya Kantor Pos di tempat kami ada di pojok selatan bersama koramil.

Di sebelah timur dari alun-alun adalah kantor pulisi, begitu kami menyebutnya.
Sedangkan di utara alun-alun, terdapat sebuah bangunan SD yang bernama SDN Ciparay 3, tempat saya sekolah. Di belakang bangunan SD, terletak pasar tempat orang dari berbagai pelosok berbelanja baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk dijual kembali di warung-warung.

Saya sangat hapal dan masih ingat sampai sekarang nama sebagian besar pedagang disana. Ada Bi Mirah yang menjual perkakas dan peralaran dapur. Ada Euis Uwon penjual bahan-bahan kebutuhan dapur, Ma Piah penjual rampe. Bah Rafe’i pedagang daging, Bi Ani penjual buah-buahan.

Banyak kuliner di pasar dan di sekitar pasar. Di dalam pasar  ada Mang Dadeung menjual bubur nasi (seperti bubur ayam sekarang). Ada Acep Barjah dan Acep Ihim yang menjual lontong tahu. Ada juga Bi Dati dan bi warmah penjual rujak cobek. Mang Jani berjualan Mie Kocok.
Sementara itu di sebelah barat sekitar 50 meter dari Masjid Agung ada Soto Bandung Mang Hamli, dan sebelah selatan di sebelahnya Toko Rakyat ada Mie Goreng Uir. Agak unik memang, kota kecil seperti kota kami dihiasi oleh banyak kuliner. 

Salah satu kuliner tahun 70-an itu, menjadi sangat legendaris, yaitu Lontong Tahu Acep Barjah. Sampai sekarang masih ada, dan tetap berjualan di pasar dengan nama “Lontong Tahu Barjah”. Calon pembelinya sudah mulai berdatangan bahkan sebelum kedainya buka. Mereka itu ada yang sengaja untuk sarapan di tempat ataupun take away dibawa pulang. Mulai melayani pembeli jam tujuh pagi,   biasanya jam 10.30  sudah habis tidak lagi melayani pembeli. Kelebihan dari Lontong Tahu Barjah adalah tidak basi meskipun baru dimakan malam hari. Proses masak yang higienis menjadi sebabnya. Karena itu pula, banyak pelanggannya yang membeli untuk dikirim kepada kerabatnya di tempat jauh sekalipun, bahkan sampai di luar pulau Jawa. Ada juga yang memesan dalam jumlah besar untuk acara pesta seperti arisan atau ulang tahun.

Sekarang jni bangunan SD di depan pasar sudah tidak ada lagi, sudah direlokasi. Bekas lahannya digunakan untuk perluasan pasar. Pasar Ciparay sendiri sejatinya hanya pasar desa, bukan milik pemerintah daerah, tapi kini telah betkembang sedemikian rupa menjadi salsh satu pasar dengan omzet terbesar di Kab. Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun