Karawang adalah daerah yg serba lengkap dalam tinjauan sosilogi, geografis, dan sejarah. Dari sisi sejarah dan kultur sosial, Karawang memiliki akulturasi yg kompak antara berbagai etnik di Indonesia, sebagai daerah yg terletak di Jawa Barat, pastilah dominasi budaya sunda bagai "senar gitar" paling nyaring dan menjadi identitas daerah, namun nuansanya yg begitu plural menjadikan Karawang begitu eksotis bagi para pendatang. Letaknya yg strategis di kawasan industri dan jalur lintas "urat nadi" perekonomian trans jakarta, maka Karawang memiliki geliat ekonomi yg bisa kedepannya dipacu menjadi kota modern berwawasan internasional. Komposisi masyarakat dari berbagai daerah, berdiam dan menetap di Karawang seperti saudaraku dari daerah jawa tengah dan jawa timur, orang-orang awak (saudaraku dari minang), palembang, dan ada sebagiannya juga saudaraku dari etnis tionghoa yang memang sudah banyak mendiami Karawang sejak dinasti Ming (Lihat situs kelenteng di sebelah barat Citarum, Bojong).
Karawang diambang kebingungan.
====================
Tidak berlebihan kiranya ungkapan diatas saya tulis, Karawang pernah melupakan gagasan pembangunannya sejak kabupaten ini didirikan pertama kali, yaitu dengan merubah wawasan pembangunan berbasis pertanian menjadi industri di era Pak Harto. Masih ingatkah kita tentang pembangunan 2000 industri terbesar di Asia, adalah obsesi Suharto untuk Kawasan Barat Karawang, yang sampai kini pembangunannya terkatung-katung. Disisi lain dalam bidang pertanian seiring dengan kebijakan pemerintah pusat yang kurang ramah dalam dunia pertanian, maka Karawang pun mengalami kemunduran baik sisi kualitas maupun kuantitas produksi pertanian khususnya padi. Sebagai bukti bahwa terjadinya kemunduran itu harus diakui, pencanangan revitalisasi pertanian diprioritaskan, artinya sebelum ini hampir disemua tempat komoditi pertanian semakin menurun.
Ingat kah kita bahwa sejarah mengajarkan banyak hal, Karawang pernah dijadikan sebagai lumbung padi, saat Kerajaan Mataram dibawah kepemimpinan Sultan Agung hendak menggempur Batavia yang dikuasai VOC Belanda, hingga saat Karawang jatuh ke tangan Belandapun, pemerintah kolonial tetap memposisikan Karawang berbasis pertanian, sampai jaman pemerintahan Soeharto, karawang menjadi pemasok/lumbung padi nasional, meskipun sekara kualitas padinya masih akalah dengan padi cianjur, namunsecara kuantitas Karawang memiliki jumlah sawah yg luas dan penghasil apdi berlimpah.
Pertanyaannya untuk periode kepemimpinan kedepan, Karawang mau dibawa kemana? Berapa persen industri dan berapa persen pertanian yg akan menjadi prioritas Karawang. Harus ada "blueprint" yang baik daerah mana yg dipertahankan sebagai area pertanian mana yang menjadi kawasan industri. Ingatlah penempatan yg tidak tepat kawasan industri, dan munculnya berbagai pencemaran dan polusi akan berdampak pada menurunya produktivitas pertanian.
Pertanian menemukan masalah klasik
=======================
Beberapa masalah yg selalu muncul yaang dengan mudah kita jumpai:
1) Pengaturan pengairan yg masih belum tepat, seperti kekurangan air di musim penanaman dan malah berlimpah saat justru tidak diperlukan, iklim dan cuaca yang kurang bersahabat juga mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan. Satu solusi yg tepat adalah, harus segera meng upgrade teknologi pengairan yg "mumpuni", tinjau kasus kesalahan memprediksi cuaca ala jatiluhur menunjukan kita belum lagi mengadopsi teknologi yg handal dalam manajemen pengairan.
2)Biaya penanaman padi/komoditi pertanian begitu mahal, namun ini tidak sebanding saat musim panen tiba justru pemerintah pusat mengimpor beras dan sejenisnya sehingga menurunkan harga jual gabah, saat yang sama kredit pertanian yang dulu di "komandani" KUD dan BUUD tidak berjalan lagi, dan menyulitkan petani kecil. Subsidi-subsidi pupuk orea dan sejenisnya tidak tepat sasaran, sebab kebanyakan jatuh ke petani pengusaha (petani yang memiliki sawah puluhan-ratusan hektar), harus ada batasan kriteria bantuan, petani yang memiliki sawah dg luas tertentu yg boleh dibantu. Perbaiki jalur distribusi. Kelangkaan pupuk dan harga-harga yg menjulang tinggi adalah juga salah satu masalah dalam pertanian.
3)Petani sdh tidak lagi secara rasional artinya dengan ilmu yg dipahami untuk bertani, lihat saja kasus "menebar solar" diarea sawah dan merusak ekosistem yg tujuannya membunuh tikus dan hama, lihat saja banyak kasus cara-cara instant tuk mengatasi masalah pertanian, misal beras-beras diberi pemutih agar laku tinggi di pasaran. Semua efeknya kembali ke terganggunya kesehatan manusia, dan rusaknya ekosistem. Pemerintah harus dengan segenap upaya, pusat maupun daerah menghidupkan lagi penyuluhan pertanian, kelompencapir (era harmoko), kelompok Tani, menumbuhkembangkan pertanian berbasis pupuk organik. Mulailah pusat maupun daerah membidik peluang peluang kerjasama dan pemasaran ke daerah daerah lain yng produksi padinya/hasil pertaniannya tdk surplus, gunakan forum bupati se Indonesia sebagai forum peluang bisnis dan jadikan para pemimpin daerah adalah "pengusaha2" yang mejadikan "karyawan2nya (rakyat)" lebih memiliki nilai produktivitas lebih baik dan otomatis lebih sejahtera. Syukur-syukur kepemimpinan kedepan memiliki banyak jaringan secara internasional, sehingga bisa secara langsung melakukan lobi-lobi politik dan ekonomi ke dunia internasional. Kedepan harus ada proyek "sister city" kerjasama antar kota atau daerah di Indonesia (karawang) dengan luar negeri langsung.
4)Karawang belum optimal dalam perdagangan komoditi pertanian lintas pulau dan daerah. Harus ada database yang baik kedepannya, Karawang mampu mensuply apa untuk wilayah lain di Indonesia. Misal saat ini diperlukan 2000 ekor bebek perhari di Bakauweni, Lampung. Lalu di Kalimantan yg sulit melakukan penanaman padi walau areanya luas karena tanahnya banyak bergambut berapa ton beras perbulan yg mereka perlukan, lalu di Bali, mereka banyak kekurangan bahan baku kayu untuk kerajiann mematung dan banyak lagi proses "take and give" yang harus disikapi dengan lincah, cerdas dan pergaulan yg supel antar pemimpin daerah, dan hanya dengan ini kesejahteraan rakyat bisa maju.
5)Mulailah tumbuh kembangkan lagi riset-riset pertanian, IPB bisa diberdayakan, ajari masyarakat untuk membuat pupuknya sendiri dan mengurangi sebanyak mungkin biaya2 pertanian.