Mohon tunggu...
Ivi Wartapradja
Ivi Wartapradja Mohon Tunggu... Vox Audita Perit Literra Scripta Manet

Social Unrest

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menunggu'Kehadiran' Negara di tengah Industri Perhotelan Sedang Sekarat

28 Mei 2025   11:43 Diperbarui: 28 Mei 2025   11:43 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Krisis Industri Perhotelan Pasca-Pandemi

Industri perhotelan Indonesia sedang merintih. Setelah porak-poranda diterjang pandemi, badai baru datang dari kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang memangkas belanja perjalanan dinas, rapat, dan kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). Hotel-hotel di Yogyakarta, Bali, Bandung, dan destinasi non-wisata lainnya---yang menggantungkan hidup pada acara pemerintah---kini menghadapi krisis eksistensi. Tingkat hunian anjlok, ribuan pekerja terancam PHK, dan banyak hotel keluarga dijual murah di situs properti online. Di tengah situasi ini, negara justru sibuk dengan program ambisius seperti Danantara (dana kekayaan senilai US$900 miliar) dan Makan Bergizi Gratis sekitar Rp400 triliun(The Jakarta Post, 2025; Kumparan, 2024).Untuk program MBG banyak kasus  pelaksanaan di lapangan,carut marut karena banyak 'pemain' tak paham industri F&B. Sementara konon banyak cerita tentang  pembayaran terhadap vendor yang tertunda akibatnya proram pun tersendat. 

MICE Mati: Dampak Mematikan Penghematan Anggaran

Kebijakan penghematan anggaran 2025 memangkas belanja pemerintah untuk perjalanan dinas hingga 50%, termasuk pembatalan seminar, pelatihan, dan FGD. Padahal, segmen MICE menyumbang 40--60% pendapatan hotel, terutama di daerah minim wisatawan asing. Survei PHRI menyebut 42% fasilitas MICE di hotel kini mangkrak, sementara 66,7% penurunan hunian Jakarta bersumber dari hilangnya tamu pemerintah (CNBC, 2025; detik.com, 2025). Di NTB, hotel penyelenggara MICE diprediksi hanya mencapai okupansi 20--30% tanpa dukungan pemerintah---angka yang mustahil menutup biaya operasional melambung akibat kenaikan tarif air (71%), gas (20%), dan UMP sebesar 9% (Kompas, 2025).

PHK Massal: Ancaman bagi 600 Ribu Pekerja Jakarta

Survei PHRI DKI Jakarta pada April 2025 mengungkap fakta pahit: 70% hotel di ibu kota berencana memangkas 10--30% karyawan, 90% mengurangi pekerja harian, dan 36,7% memotong staf tetap. Jika tidak ada intervensi, lebih dari 600 ribu tenaga kerja sektor akomodasi Jakarta---dari housekeeping hingga manajer---akan kehilangan mata pencaharian. Krisis ini menghantam hotel-hotel kecil milik keluarga yang tak punya cadangan modal seperti jaringan hotel besar. Banyak aset dijual murah: hotel di Pasar Minggu dilego Rp800 miliar, sementara di Gambir hanya Rp91 miliar (detik.com, 2025).

Prioritas Anggaran yang Dipertanyakan

Di saat hotel menjerit, pemerintah mengalokasikan dana besar untuk program lain. Anggaran belanja rutin dialihkan untuk Makan Bergizi Gratis (Rp71 triliun pada 2025), sementara Danantara digerakkan dengan modal awal US$20 miliar dari pemotongan anggaran kementerian (The Jakarta Post, 2025). Padahal, PHRI telah mengusulkan solusi konkret: pelonggaran kebijakan perjalanan dinas, promosi pariwisata internasional, dan penertiban hotel ilegal. Sayangnya, respons pemerintah terlambat. Blokir anggaran Rp86,6 triliun untuk 99 kementerian/lembaga baru dibuka setelah banyak acara dibatalkan (detik.com, 2025).


Masa Depan Suram: Dominasi Raksasa Hotel vs. Matinya Karakter Lokal

Jika krisis berlanjut, industri perhotelan Indonesia akan dikuasai grup besar bermodal kuat, sementara hotel kecil berciri lokal punah. PHRI memperingatkan, ketergantungan pada wisatawan domestik (98% dari total kunjungan) dan ketiadaan strategi promosi internasional membuat pasar semakin timpang. Di Bali dan Lombok, upaya diversifikasi dengan menggaet komunitas internasional (seperti Paragliding World Cup 2025) mulai dilakukan, tetapi skalanya masih kecil (detik.com, 2025). Tanpa perubahan kebijakan, Indonesia mungkin kehilangan jutaan lapangan kerja dan identitas pariwisatanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun