Mohon tunggu...
Robani
Robani Mohon Tunggu... PNS -

Guru pada MTsN 12 Kuningan Kec. Hantara, Kuningan Marketing Eksekutif PayTren pada PT. Veritra Sentosa International, Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Magnet Itu Bernama Lebaran

14 Juni 2018   21:32 Diperbarui: 14 Juni 2018   21:46 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bulan di atas kuburan". Ini adalah bunyi bait puisi karya Sitor Situmorang yang merupakan puisi paling pendek sedunia. 'Lebaran' adalah judul puisi tersebut. Makna bebas dari bait puisi tersebut menggambarkan kegembiraan yang terang benderang dengan hadirnya hari Idul Fitri. Sekaligus kesedihan yang mendalam karena telah berpisah dengan bulan Ramadhan yang penuh keberkahan

Ekspresi gembira penuh kemenangan merupakan hak setiap muslim yang telah melewati ujian di bulan Ramadhan. Sejatinya ini patut dirasakan hanya oleh orang yang benar-benar merasakan pahit ketir perjuagan Ramadhan. Dalam Ramadhan sebulan lamanya muslim ditempa dengan berbagai kekangan. Tidak boleh makan-minum, hubungan pasutri di siang hari, dan berbagai hal lain yang dapat membatalkan puasa dan mengurangi pahalanya.

Layaknya sebuah pertandingan, dalam praktiknya terkadang ada peserta yang terhempas walaupun baru di babak penyisihan. Kandas. Sementara yang lain melenggang ke babak berikutnya hingga mencapai puncak final. Bagi yang keluar sebagai pemenang inilah kami angkat topi dan mengucapkan selamat idul fitri. Minal 'aidin walfaizin.

Namun kegembiraan ini tak hanya dirasakan oleh mereka yang sukses berpuasa. Terkadang mereka yang gagal sampai ke puncak pun ikut larut meluapkan kegembiraannya. Lebaran milik kita bersama. Lebaran milik umat Islam, milik indonesia. Bahkan milik dunia. Semua kembali bergembira. Semua kembali mengagungkan nama Allah Swt dengan melantukan takbir tahmid dan tahlil. Allahu akbar, Allahu Akbar, Allahu akbar lailaha illallohu wallohu akbar Allohu akbar walillaahilhamdu.

Bukti sahih tak terbantahkan bahwa kita semua bergembiara ialah sebagaian besar warga berduyun-duyun turun gunung. Jalanan macet dari mulai jalan raya besar hingga gang-gang di perkampungan. Semua tersedot dengan magnet bernama lebaran. Pasar padat dengan pedagang dadakan, pembeli tahunan, hingga terkadang jadi lahan empuk bagi oknum yang panjang tangan. Toserba yang biasa sepi pengunjung kini penuh tak terbendung. Tukang cukur yang biasanya hanya dapat 4-5 kepala, kini berkali-kali lipat kepala menyantroninya.

Sore tadi saya sengaja mencari babershop untuk merapikan rambut ini. Berkeliling dari tempat satu ke tempat lainnya. Semua nampak sibuk, sesak dengan calon-calon pelanggan. Antrian panjang mengular membuat saya tak mampu bertahan karena terdesak dengan program lainnya yang harus segera ditunaikan. Namun menjelang tenggelamnya sang raja siang, di sudut Pasar Desa saya menemukan yang selama ini dicari. Biarkan istri berbelanja, sementara saya merelakan kepala ini dilunggak-lenggok oleh abang tukang cukur. Alhamdulillah selesai merituali saya, abang tukang cukur pun ikut kena berkah magnet lebaran karena berbondong-bondong orang mengantri di belakang saya.

Belajar dari tukang cukur. Ternyata banyak hikmah yang bisa kita gali untuk direalisasikan dalam kehidupan. Tukang cukur berlakon layaknya aktor intelektual di balik layar kesuksesan penampilan seseorang. Ibarat kita punya visi yakni ingin tampil menarik, rapi dan rupawan. Terlebih untuk bergembira di momen lebaran, maka visi ini takkan terlaksana jika kita egois sendirian. Butuh orang lain untuk membantu mewujudkannya. Salah satunya abang tukang cukur.

Dalm proses menggapai visi sukses itu ada beberapa hal yang kita perlukan. Diantaranya kesabaran. Sabar menanti dan mengantri giliran adalah hal yang penting untuk dilakukan. Karena setiap orang memiliki momennya masing-masing. Karlau kita tidak memiliki kesabaaran maka yang ada adalah ketergesa-gesaan, ingin instant, tanpa perthitungan dan tentunya jugan sikap emosiaonal yang merugikan.

Selain kesabaran, kita juiga harus mau menerima kritik saran. Sama halnya saat kita menjalani proses pemangkasan rambut ini. Maka segala aturan main tukang cukur harus kita iktuti. Termasuk saat kita disuruh merunduk, menengadah, melenggok kanan-kiri dan lain-lain. Bahkan kadang-kadang tukang cukur seenaknya memegang kepala kita yang orang lain tak biasa dan enggan untuk melakukannya. 

Dalam hal ini kita taruh dulu egosentris yang ada dalam dada. Simpan dulu jabatan, gelar dan status sosial yang kita kenakan dan biasa menjadi kebanggaan. Semua ini pengorbangan demi sebuah cita-cita ingin tampil lebih baik dan lebih sempurna. Begitupun kesuksesan. Jika kita ingin serius meraihnya, mau menerima kritik dan saran adalah salah satu modal utama.

Saya jadi teringat seorang imam muda di masjid desa kami yang tadi malam baru saja selesai memimpin jama'ah untuk shalat tarawih di masjid desa unutuk yang pertama kalinya tahun ini. Dengan penuh kesabaran beliau memimpin jama'ah yang mayoritas awam. Gebrakan baru beliau lakukan demi sebuah perbaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun